Apakah itu e-voting? Definisi atau arti E-voting atau Electronic voting adalah suatu metode pemungutan suara dan penghitungan suara dalam suatu pemilihan dengan menggunakan perangkat elektronik.
Jenis E-Voting
Setidaknya ada 3 jenis teknologi e-voting yakni : optical scanning, direct recording, dan internet voting. Sistem yang paling lama dan paling sering digunakan adalah optical scanning.
Optical scanning atau optical scan voting menggunakan kertas atau media tertentu yang diberikan tanda oleh pemilihnya. Kertas atau media tersebut kemudian masuk ke mesin scan untuk dihitung secara digital. Sistem ini mirip seperti cara memilih konvensional yang diterapkan di Indonesia. Bedanya, penghitungan suara dilakukan dengan mesin sehingga hasil suara lebih cepat selesai. Mirip mesin penghitung uang
Sistem kedua dan ketiga, yakni direct recording dan internet voting sudah tidak lagi menggunakan kertas suara. Semua proses pemilihan dilakukan secara digital, mulai dari perekaman suara, penyimpanan, dan penghitungan. Nah, model yang kedua dan ketiga inilah yang didamba para pelaku demokrasi.
Tujuan E-Voting
Tujuan dari electronic voting adalah menyelenggarakan pemungutan suara dengan biaya hemat dan penghitungan suara yang cepat dengan menggunakan sistem yang aman dan mudah untuk dilakukan audit. ‚Dengan e-voting Perhitungan suara akan lebih cepat, bisa menghemat biaya pencetakan surat suara, pemungutan suara lebih sederhana, dan peralatan dapat digunakan berulang kali untuk Pemilu dan Pilkada atau kegiatan sejenisnya.
Negara yang menerapkan E-Voting
Sudah banyak negara yang mencoba menerapkan sistem e-voting atau electronic voting dalam pemilihan umum. E-voting dipercaya akan menjadi sistem yang memudahkan akses pemilihan umum. Selain memudahkan, sistem ini akan memangkas biaya yang biasa digunakan untuk mencetak surat suara dan distribusinya. Contoh negara yang sudah menerapkan pemilu digital adalah Canada, Swiss, Estonia, Belanda, Jerman, Philipina, Amerika dan India. Sedangkan di negeri tercinta ini, sudah menerapkan dengan baik untuk keperluan Pilkades di beberapa kabupaten di Jawa dan Bali.
Aspek Hukum E-Voting
Mahkamah Konstitusi juga menilai pasal 88 UU 32/2004 adalah konstitusional sepanjang penggunaan metode e-voting itu tidak melanggar asas luber jurdil. Untuk menerapkan e-voting dibutuhkan perencanaan yang menyeluruh, terkait dana, sumber daya manusia, perangkat lunaknya, dan kesiapan teknologi itu sendiri.
Alokasi anggaran pemilu 2019 sebesar Rp24,8 triliun, naik 31% dari alokasi anggaran pemilu 2014 sebesar Rp18,9 triliun. Bayangkan jika biaya itu bisa dipangkas dengan penggunaan e-voting. Mengubah semua proses demokrasi dengan digital dinegeri ini adalah mimpi, tetapi minimal untuk daerah-daerah yang sudah siap secara infrastruktur IT dan rakyatnya siap, kenapa tidak? pulau Jawa sebagai pemilih terpadat bisa menggunakan sistem digital ini.
Bisnis Proses
Berikut ini adalah ilustrasi tata cara memilih di sistem e-Voting yang dilanjutkan dengan e-Counting:
1. e-KTP dan Sidik Jari
Dalam sistem e-Voting, e-KTP menjadi elemen penting. Sebelum bisa masuk ke bilik pemilihan, calon pemilih harus menunjukkan e-KTP kepada petugas Tempat Pemungutan Suara (TPS). e-KTP itu lalu akan di-scan menggunakan alat yang sudah disiapkan. Selain scan e-KTP, sidik jari calon pemilih juga akan di-scan. Data di e-KTP harus sesuai dengan data sidik jari. Jika tidak, maka calon pemilih tak bisa memilih. Dengan sistem ini, pemilih tak perlu lagi dikirimi undangan untuk memilih. Cukup bawa e-KTP ke TPS
2. Kartu Akses
Jika data e-KTP dan sidik jari cocok, maka calon pemilih akan dipersilakan menuju meja panitia pemilihan untuk mendapatkan kartu akses. Kartu ini gunanya untuk membuat alat pemilihan di bilik suara bekerja. Bentuk kartunya seperti kartu kredit yang ber-chip. Kartu ini harus dimasukkan ke alat yang ada di dekat bilik suara. Cara memasukkannya persis seperti kartu kredit dimasukkan ke EDC. Satu kartu bisa digunakan berulang kali. Hak pemberian kartu ada di panitia TPS. Sistem kartu ini berpotensi memunculkan pemilih ganda? Tenang, ingat poin pertama. Sistem seleksi pemilih sudah dilakukan dengan e-KTP dan sidik jari.
3. Layar Sentuh di Bilik
Setelah kartu masuk ke alatnya, maka pemilih langsung bisa memilih di bilik suara. Di dalam bilik akan tersedia layar sentuh. Layar tersebut akan menampilkan semua pilihan di pemilu, baik itu logo partai untuk pileg maupun capres-cawapres untuk pilpres. Pemilih cukup menyentuhkan jarinya ke salah satu gambar. Setelah memilih, pemilih akan ditanya sekali lagi apakah yakin dengan pilihannya, jika ya, maka diminta menekan kata OK, jika tidak, maka diminta menekan kata cancel.
4. Kertas Barcode dan Kotak Audit
Setelah memilih, printer kecil di dekat layar sentuh akan mencetak barcode di kertas berukuran sekitar 7 x 5 cm persegi. Kertas tersebut lalu harus dimasukkan ke sebuah kotak bertuliskan Kotak Audit. Kertas itu jadi bukti bahwa seseorang telah memilih. Kotak yang menyimpan kertas-kertas itu tak akan dibuka, kecuali ada gugatan. Jika seorang calon kepala daerah keberatan dengan hasil pemilihan dan menggugat ke MK, maka kertas dalam kotak itu nantinya akan menjadi bukti di MK. Proses penghitungan bisa diulang, namun dengan cara lebih praktis, yaitu tinggal scan barcode yang ada di kertas. Penghintungan pun jadi lebih praktis.
5. Offline dan Online
Selama proses pemilihan, demi keamanan maka e-Voting dijalankan secara offline. Tak boleh ada sistem yang tersambung ke internet. Setelah proses pemilihan selesai, maka sistem langsung di-online-kan untuk mengirim hasil pemilihan ke pusat data. Dengan sistem online ini, maka penghitungan hasil pemilihan bisa lebih cepat.
Indonesia hanya perlu membenahi persoalan E-KTP hingga tuntas dan infrastruktur dasar khususnya jaringan internet yang belum merata. Indonesia sudah punya bekal pengalaman e-voting Pilkades, payung hukum yang sudah ada, kemauan politik sang penguasa, dan masyarakat yang mulai akrab dengan teknologi. Jadi mau menunggu apalagi?