yyudhanto on Umum
1 Mar 2022 01:21 - 7 minutes reading

Ketegangan Eksekusi Hukuman Mati di Nusakambangan

Merinding di Ruang Eksekusi Mati yang Baru – Ruang eksekusi mati telah selesai dibangun di ruang bawah tanah di Lapas Kelas IIA Karanganyar Nusakambangan, di Cilacap. Sebelumnya eksekusi mati dilakukan di lapangan terbuka. Ruangan bawah tanah itu masih tampak baru. Sejak dua tahun lalu selesai dibangun, ia belum pernah digunakan sesuai fungsinya.

Namun, tetap saja, rasa tak nyaman mulai merambat ke tengkuk dan perut mulai mengencang saat kaki menginjak lantai bawah tanah, sekitar 20 meter dari pintu masuk ruang eksekusi mati di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Kelas IIA Karanganyar di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (15/12/2021).

Jarak tempuh yang pendek di lorong yang lebarnya bisa dilalui 5 orang bersamaan itu terasa begitu lama untuk ditapaki. Saat itu siang hari, dan lampu-lampu di ruangan itu menyala terang benderang.

Lapas-lapas di Nusa Kambangan

Hanya saja, imajinasi tetap melayang ke mana-mana saat membaca tulisan di pintu disisi kiri. Di satu pintu tertulis ruang dokter dan pintu lain ruang pemulasaraan jenazah. Keduanya ada di seberang pintu menuju ruang eksekusi. Begitu pintu ruang eksekusi itu dibuka, di jarak berkisar 15-20 meter dari pintu sudah tampak tembok berwarna kecoklatan seperti susunan batu alam. Di tembok tertempel beberapa kertas berbentuk lingkaran untuk sasaran tembak. Jika ruangan itu difungsikan, maka manusialah yang akan berada di depan tembok itu, berada di antara tembok dan laras senapan.

Diantara pintu masuk dan tembok coklat itu ada sekat tembok berwarna putih setinggi pinggang orang dewasa. Bagian atas sekat tembok itu diberi jendela-jendela pemisah yang bisa dibuka lebar. Di tembok di bawah jendela, tertera angka 1 hingga 10. Dari sini, eksekutor akan menekan pelatuk senjatanya.

Ruang Ekseskusi Bawah Tanah di Lapas Karanganyar

Kami tak lama berada di ruangan yang menimbulkan ambience taknyaman itu. Tak hanya bagi orang yang baru melihatnya, rasa tak nyaman berada di ruangan eksekusi itu juga dirasakan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Khusus Kelas IIA Karanganyar I Putu Murdiana. Ia lalu berinisiatif memasang lampu LED yang amat terang di ruang eksekusi ataupun di lorong agar ruangan itu tidak menimbulkan kesan seram. Setiap hari, ruangan itu terus dibersihkan petugas. ”Kalau dulu itu, turun saja, kami sudah, suasananya beda. Karenakan, kami tahu, ruangan ini untuk menghilangkan nyawa orang,” ungkapnya.

Kompas berkesempatan melihat ruangan itu bersama rombongan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly yang memonitor perkembangan pembangunan sejumlah lembaga pemasyarakatan di Nusakambangan. Putu Murdiana menuturkan, ruangan eksekusi itu kedap suara. Suara tembakan tak akan terdengar sampai ke luar ruangan atau blok narapidana yang ada di sebelah kiri, kanan, dan belakang gedung tersebut. Hal itu sudah dibuktikan dengan beberapa kali latihan menembak di ruang itu. Ruangan eksekusi itu juga sangat tertutup. Untuk menuju
ke ruangan tersebut harus melalui sebuah pintu elektronik dengan sensor sidik jari. Orang-orang yang ingin melintas pun harus didampingi oleh petugas lapas yang telah dibekali senjata laras panjang.

Fifin, Wanita Tangguh Penjaga LP Nusakambangan | Republika Online
Penjagaan

Mereka bukan petugas sembarangan karena telah dilatih dan memenuhi standar The International Criminal Investigative Training Assistance Programme. Artinya, mereka punya kompetensi menangani narapidana risiko tinggi. Narapidana yang akan dieksekusi akan dipindahkan terlebih dahulu dari selnya ke ruang isolasi. Ruang isolasi itu bersebelahan dengan ruang eksekusi. Setidaknya 3 hari berada di ruang yang tampilannya tidak jauh berbeda dengan one man one cell yang menjadi ciri dari Lapas Karanganyar, yakni bak mandi kecil, kakus jongkok, dan tempat tidur beralaskan semen.

Memasuki waktu eksekusi, pada dini hari, narapidana akan dibawa ke ruang eksekusi. Lalu, napi akan diminta berdiri tegak di depan tembok. Tangan mereka terborgol. Mata mereka ditutup. Pada saat itu, regu penembak sudah siap dengan senjatanya. Jarak antara eksekutor dan napi beragam, mulai dari 5 meter, 10 meter, sampai 15 meter. Hal itu biasanya bergantung pada permintaan eksekutor agar penembakan lebih akurat. Satu regu penembak terdiri dari 10 orang yang berasal dari Korps Brimob Polri. Namun, hanya 3 penembak yang senapannya diisi dengan peluru tajam. ”Mereka tidak tahu mana yang (senjatanya) berisi (peluru). Diacak juga (senjatanya) supaya mereka tidak merasa terbebani,” ucap Putu. Setelah eksekutor menembak, dokter akan memeriksa keadaan napi. Jika napi didapati belum meninggal dunia, salah satu eksekutor akan menembak napi tersebut. Namun, jika napi itu sudah meninggal, dokter akan langsung meminta petugas membawa jenazah tersebut ke ruang pemulasaraan.

Keluarga para terpidana mati yang dieksekusi akan menunggu di Pelabuhan Wijayapura, lokasi penyeberangan resmi satu-satunya milik Kementerian Hukum dan HAM untuk menuju Nusakambangan. Mereka tidak diperbolehkan mengikuti proses eksekusi.

Prosedur

Eksekusi di lapangan

Dari 8 penjara di Nusakambangan, hanya ada 3 lapas yang memiliki tingkat keamanan supermaksimum, yakni Lapas Batu, Lapas Karanganyar, dan Lapas Pasir Putih. Namun, dari tiga lapas itu, hanya Lapas Karanganyar yang mempunyai ruang eksekusi. Lokasi Lapas Karanganyar sangat terpencil atau sekitar 25 kilometer dari Dermaga Sodong, Nusakambangan. Lapas ini dikelilingi hutan belantara yang masih dipenuhi binatang buas, di antaranya macan kumbang dan ular. Ruang eksekusi ditempatkan di lapas ini agar proses eksekusi lebih tertutup dan tidak bisa disusupi pihak-pihak selain petugas.

Selain itu, dengan adanya ruang eksekusi di ruang bawah tanah Lapas Karanganyar, pelaksanaan eksekusi hingga pemulasaraan jenazah juga dapat lebih terkonsentrasi pada satu lokasi. ”Yang terpenting tidak ada narapidana yang berkeliaran karena semua berada didalam kamar. Zero informasi dan lain-lain,” ucap Putu.

Sebelum ruang eksekusi dipindahkan ke Lapas Karanganyar, tempat eksekusi berada di lapangan terbuka. Setidak-nya ada 2 lokasi yang biasa digunakan.

Pertama, Lembah Nirbaya yang kini telah menjadi lapas terbuka dan dikelilingi pohon tinggi. Kedua, lapangan tembak belakang Pos Kepolisian Sektor Nusakambangan, yang merupakan bekas penjara Limus Buntu.

Lokasi lapangan yang dipenuhi pepohonan tinggi ini berhadapan dengan laut. Sejumlah narapidana telah dieksekusi di kedua lokasi tersebut. Diantaranya terpidana mati kasus terorisme Amrozi, Imam Samudra, dan Ali Gufron, yang telah dieksekusi di Lembah Nirbaya pada tahun 2008. Kemudian, gembong narkoba Freddy Budiman juga dieksekusi di lapangan tembak Limus Batu pada 2016.

Meski telah lama tak digunakan, kedua area eksekusi itu justru saat ini terkenal angker. Kepala Lapas Kelas I Batu Jalu Yuswa Panjang bercerita, sejumlah petugas kerap mendengar suara tangisan dan jeritan di Lembah Nirbaya. ”Kalau di Limus Buntu belakang polsek, orang polsek yang sering melihat orang duduk, tetapi posisi membelakangi begitu. Setelah dilihat benar-benar, eh, menghilang,” ungkapnya.

Moratorium hukuman mati Saat ini setidaknya 404 terpidana hukuman mati dari tujuh jenis kejahatan menunggu dalam kecemasan. Sejak 2017, Indonesia menerapkan ”moratorium” eksekusi terpidana mati. Namun, tak tahu sampai kapan hal ini akan bertahan.

Yasonna Laoly mengatakan, hukuman mati sebenarnya diberlakukan untuk melawan kejahatan serius seperti narkotika. Namun, ia mengakui hukuman mati selama ini ternyata tak cukup efektif menurunkan angka kejahatan itu.”Walau sudah ada eksekusi mati, (peredaran) narkoba jalan saja,” ujarnya. Untuk itu, dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), hukuman mati bukan lagi pidana pokok,melainkan menjadi hukuman alternatif. Pemerintah juga tengah menjajaki perubahan secara menyeluruh pemidanaan ini dengan merevisi RUU Pemasyarakatan dan RUU Narkotika. Melalui perubahan regulasi itu, pengampunan bagi terpidana mati bisa diakomodasi setelah mereka menunjukkan perubahan sikap dan perilaku. Salah satu ukurannya, keberhasilan program pembinaan di lapas.

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati, menuturkan, mengacu pada kajian ICJR, per Desember 2020 hanya ada 55 negara yang masih memberlakukan pidana mati. Sejauh ini, ujarnya, tidak ada jawaban ilmiah tentang efektivitas pidana mati dan penjeraan akibat pemberlakuan pidana mati. Ia menambahkan, pidana mati penting dihapuskan diRKUHP karena bukan hanya persoalan pidana tersebut tidak manusiawi, tetapi lebih dari itu, bertentangan dengan hak hidup dan hak bebas dari penyiksaan.

Dari data ICJR hingga 2020, setidaknya ada 63 orang yang hidup dengan status terpidana mati lebih dari 10 tahun. Ini memunculkan masalah baru bahwa ada fenomena deret tunggu di mana ada orang-orang di tengah ketidak-jelasan nasib hidup.

RUU KUHP masih akan berproses di DPR. Di satu sisi, ruang eksekusi baru di bawah tanah telah selesai dibangun di Lapas Karanganyar. Semoga saja ruang eksekusi yang membuat tengkuk merinding itu tak perlu digunakan.

Nikolaus Harbowo (Kompas, 18.12.2022)