Mei 1998 di Solo menjadi bulan yang menyimpan sejarah kelam bagi Indonesa, tak terkecuali masyarakat Soloraya. Bagaimana tidak, bersamaan dengan gaung reformasi dan lengsernya Soeharto sebagai Presiden RI kala itu, aksi kerusuhan pecah di Kota Bengawan. Awalnya, aksi mahasiswa yang terfokus di dua kampus besar (UNS dan UMS) untuk mendorong tuntutan reformasi di Indonesia. Namun, agenda tersebut berubah menjadi pergerakan massa yang tak dikenal. Akibatnya tragedi kerusuhan dan pembakaran terjadi pada 14-15 Mei 1998 di Kota Solo. Sejumlah pertokoan di sepanjang Jl. Slamet Riyadi Solo pun tak lepas dari amukan, pembakaran dan penjarahan.
Tak hanya kerugian harta, sejumlah nyawa pun ikut terenggut sehingga menorehkan tinta merah dalam sejarah Republik Indonesia. Kerusuhan dipicu oleh krisis finansial Asia yang terjadi sejak tahun 1997. Akibat krisis berkepanjangan, mahasiswa melakukan aksi demonstrasi besar-besaran menuntut reformasi. Mahasiswa dari berbagai kampus menentang pemerintahan Orde Baru dan menuntut Presiden Soeharto mundur.
Berikut ini adalah foto-foto yang didapat dari beberapa jurnalis, paling banyak dari beliau Mas Sunaryo Haryo Bayu (Solopos) sebagai surat kabar terdepan waktu itu di Soloraya tercinta.
Foto yang berlokasi di Jalan Slamet Riyadi Solo dan sekitarnya
Dampak kerusuhan Mei 1998 di Kota Solo adalah rusak dan dibakarnya 27 pusat perbelanjaan, 217 toko, 287 mobil dan truk, 570 sepeda motor, 24 showroom, 12 rumah makan, enam perkantoran dan bank, dan lain-lainnya.
Korban tewas dalam tragedi ini setidaknya berjumlah 33 orang. Sebanyak 14 korban di Toserba Ratu Luwes, sisanya di Toko Sepatu Bata, Coyudan. Bukan hanya itu, pascakerusuhan Mei. Setidaknya 50-70 ribu masyarakat kehilangan pekerjaan akibat perusakan dan pembakaran dalam kerusuhan Mei 1998 di Kota Solo.
Semoga tidak pernah terulang lagi, damai Indonesiaku. Aamin