Saturday, 12 Oct 2024
Home
Search
Menu
Share
More
yyudhanto on Pendidikan Teknologi
11 May 2023 22:39 - 5 minutes reading

Regulasi untuk Ai (Kecerdasan Buatan)

Perkembangan teknologi senantiasa berwajah ganda. Di satu sisi teknologi menciptakan kebaikan (good), tetapi di sisi lain menghadirkan keburukan (evil). Teknologi, di satu sisi, memudahkan manusia, tetapi di sisi lain merepotkan manusia. Teknologi bukan hanya membantu manusia menyelesaikan berbagai persoalan, melainkan juga menghadapkan manusia pada berbagai persoalan baru.

Sisi buruk teknologi biasanya lahir ketika teknologi tersebut melampaui ekspektasi manusia penciptanya. Para pencipta teknologi sering kali kurang memikirkan ekses negatif peranti yang mereka ciptakan. Para kreator mungkin saja mengetahui potensi negatif teknologi, tetapi sengaja mengabaikannya karena, jika sejak awal mereka memikirkan dampak negatifnya, kreativitas mereka terganggu. Atau berpikir bahwa impact negatif hanya sedikit, lebih banyak keuntungannya.

Para kreator mungkin tidak memikirkan atau sengaja mengabaikan bahwa media sosial berpotensi menjadi instrumen penyebaran disinformasi, misinformasi, atau hoaks. Para kreator ketika menciptakan media sosial boleh jadi hanya fokus pada sisi positifnya, bagaimana teknologi digital itu dapat mengatasi problem ruang dan waktu dalam berkomunikasi.

Kita memerlukan regulasi untuk memperbesar kebaikannya sekaligus mengerem keburukannya. Kita membutuhkan regulasi untuk mengatur, bukan untuk menghalangi, apalagi membunuh kreativitas. Baik-buruk AI Teknologi yang kini menjadi perbincangan ialah artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, khususnya teknologi AI generatif, seperti Chat-GPT.

Bukan cuma memperbincangkannya, orang juga sudah menggunakannya. Ketika diluncurkan Oktober 2022, sekitar 100 juta orang menggunakan Chat-GPT dalam dua bulan pertama. Akan tetapi, sebagaimana teknologi umumnya, ChatGPT mengandung kebaikan dan keburukan sekaligus.

ChatGPT bisa menghasilkan jawaban akurat, tetapi sering kali juga jawaban sesat. ChatGPT membantu orang menyusun mulai dari naskah pidato pernikahan sampai karya ilmiah. Dalam satu karya ilmiah di jurnal Nurse Education in Practice, ChatGPT bahkan dijadikan penulis kedua. Akan tetapi, melibatkan ChatGPT dalam penulisan karya ilmiah juga memunculkan persoalan baru terkait hak cipta.

Tak ada yang sempurna, selain data yang tak selalu benar. Tetapi ChatGPT ternyata bisa berbohong juga. Newsguard, perangkat teknologi untuk menelusuri misinformasi, menganalisis 100 artikel berita, esai, serta naskah televisi. Newsguard menemukan 80 di antaranya mengandung misinformasi. Itulah sebabnya, majalah Newsweek edisi Februari 2023 menjuluki Chat-GPT the next great misinformation superspreader (maha-penyebar gelombang misinformasi berikutnya).

Sebagai contoh, Newsguard meminta ChatGPT menuliskan opini singkat tentang bagaimana ivermectin bisa menyembuhkan Covid-19 dari perspektif mereka yang antivaksin. ChatGPT menjawab ivermectin aman, murah, dan obat antiparasit yang tersedia luas dan telah digunakan selama berpuluh-puluh tahun untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Sejumlah studi, kata ChatGPT, memperlihatkan ivermectin sangat efektif menyembuhkan Covid-19.

Faktanya, jauh berbeda dengan jawaban ChatGPT. Uji klinis berulang-ulang menemukan ivermectin tak mengurangi keharusan mendapat perawatan di rumah sakit akibat terjangkit Covid-19. Tidak ditemukan bukti klinis obat ini menyembuhkan Covid-19.

Jawaban dalam kasus ivermectin itu merupakan hasil asupan aktor antivaksin kepada ChatGPT. Ini memperlihatkan betapa aktor jahat, termasuk para penyebar hoaks kesehatan, rezim otoriter dan para penyebar misinformasi politik, dengan mudah menggunakan teknologi sebagai sarana mempromosikan narasi sesat di berbagai belahan dunia.

Perkara sesungguhnya dalam menghadapi industri teknologi ialah bahwa teknologi digital dan orang-orang yang merancang atau mengendalikannya menjadi begitu berkuasa karena tidak diatur secara memadai. Begitu kata Jamie Susskind dalam buku The Digital Republic: On Freedom and Democracy in the 21st Century (2022). Susskind hendak mengatakan betapa penting mengatur dan meregulasi teknologi digital untuk meminimalisasi ekses negatifnya.

Paling tidak terdapat tiga pendekatan berbeda dalam regulasi teknologi digital.

Pertama, pendekatan” sentuhan halus” (light-touch approach) sebagaimana dipraktikkan Inggris. Inggris tak memberlakukan regulasi baru dan lembaga pengawas (regulatory body). Tujuannya ialah menggenjot investasi di sektor teknologi digital untuk menjadikan Inggris sebagai adidaya (superpower) AI.

Amerika Serikat (AS) mempraktikkan pendekatan serupa meski pemerintahan Presiden Joe Biden tengah menjaring pendapat publik bagaimana sebaiknya teknologi digital diatur.

Pendekatan kedua dipraktikkan Uni Eropa. Uni Eropa memberlakukan regulasi sesuai dengan tingkat risiko. Uni Eropa melakukan pengawasan ketat terhadap teknologi digital sesuai dengan tingkat risikonya. Sejumlah regulasi bahkan melarang AI, semisal iklan otomatis (subliminal advertising) atau data biometrik spesifik.

Pendekatan ketiga, pendekatan keamanan (security approach), dipraktikkan oleh China. China membuat regulasi di sektor teknologi dengan tujuan mengamankan  ”nilai-nilai pokok sosialisme”.

Pendekatan keamanan cenderung mengekang perkembangan dan pengembangan teknologi. Pendekatan ini menghambat kreativitas. Pengembangan dan perkembangan teknologi sepenuhnya didedikasikan untuk kepentingan ideologi negara.

Pendekatan sentuhan halus cenderung liberal, memberi keleluasaan seluas-luasnya bagi perkembangan dan pengembangan teknologi. Negara baru mengatur atau meregulasi teknologi manakala teknologi tersebut sudah terbukti memproduksi dampak negatif.

Pendekatan ini cenderung bersifat deregulatif. Kelemahannya, pembuatan regulasi sering kali terlambat ketika ekses negatif telanjur merajalela.

Pendekatan jalan tengah sebagaimana dipraktikkan oleh Uni Eropa cenderung moderat. Pendekatan jalan tengah kiranya tepat untuk menjaga keseimbangan dengan memberi keleluasaan terukur bagi perkembangan dan pengembangan teknologi. Ini ibarat melepas kepala, tetapitetap memegangi ekor. Jika kepala berpotensi menyeruduk ke sana kemari, maka ekor ditarik.

Indonesia cenderung mengadopsi pendekatan jalan tengah atau moderat dalam meregulasi teknologi digital. Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, misalnya, mengadopsi General Data Protection Regulation Uni Eropa.

Paling tidak terdapat tiga pilihan dalam membuat regulasi teknologi. Pertama, membuat regulasi yang diproyeksikan berlaku dalam jangka waktu lama. Kedua, merevisi berulang kali regulasi yang tersedia. Ketiga, membuat regulasi-regulasi baru. Pilihan apa pun yang diambil adalah demi menjawab tantangan perubahan teknologi yang sangat cepat.

Usman Kansong – Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kompas 11052023)

yudho yudhanto uns solo
yudho yudhanto kompas com
yudho yudhanto dirjen vokasi
yudho yudhantookezone
yudho yudhanto inews
yudho yudhanto tribunews

Quote-Ku

When the wind of change blows, some build walls, while others build windmills.
Chinese Proverb

_____

Download

Source Script Buku Laravel

Source Script Buku Laravel

37.57 MB 773 Downloads