Boyolali, Kota indah penuh kenangan. Banyak sekali perubahan, sehingga dulunya ada tetapi sekarang telah berubah. Contohnya Benteng Renovatum (1831) yang menjelma menjadi Lapangan Sono Kridanggo dan menghilang disulap menjadi kawasan patung kuda di era 2020 ini.
Masa kecilku di tahun 87-an berada di jalan Pemuda, kampung Gudang (dekat lapangan Kridanggo, yang sekarang menjadi POM Bensin patung Kuda). Rumah berikutnya di tahun 90-an adalah di Perum Pengadilan Negeri Boyoali di Surodadi (Dekat Batalyon 408), Berikutnya berpindah ke Lodalang, Ngestiharjo (Sebelah utara Lapangan Sonolayu) dan Terakhir di kampung Kasatriyan (samping timur taman makam pahlawan).
(Mungkin) Membahas sejarah Boyolali tidak semenarik di kota Solo atau Surakarta, tetapi tahukah bahwa ada beberapa hal yang menarik menyangkut kota tercinta, kota Boyolali ini.
Sejarah tertulis tertua tentang Daerah Boyolali bersumber berita rakyat, misalnya pada Surat Witoradi, Babat Sangkolo Agung, Uritan Kyai Ageng Pandanaran. Antara lain disebutkan bahwa daerah Pengging pada Kaman Pemerintahan Pragi Angling Diryo, daerah meliputi Pengging, Madyo Pajang Salembi, Pajangkungan, Walen, Somopuro, Gunung Plawangan, Gunung Langking, Prambanan dan Koriban. Daerah-daerah tersebut sekarang termasuk Daerah Kabupaten Boyolali kecuali Prambanan dan Koripan.
Dalam Serat Babad Mataram, Desa Walen oleh Sunan Kudus diubah namanya menjadi Desa Simo. Sedangkan terjadinya Boyolali berdasarkan cerita rakyat tentang Kyai Ageng Pandanaran ketika mengadakan perjalanan ke Jabalkat di Tembayat bersama istri dan anaknya.
Dalam perjalanan tersebut, Nyai Ageng tertinggal jauh dibelakangmaka ucapnya “Boya wis lali, Kyai ninggal aku”. Namun M.S. Hanyojo : kira-kira 25km dari salatiga, dalam perjalanan Kyai Ageng Pandanaran duduk diatas batu besar sambil menanti istri dan anaknya yang masih jauh dibelakang setelah lama dinanti tidak juga dating, Kyai berkata “Boya wis lali wong iki”.
Ketika Nyai Ageng sampai ditempat batu besar tersebut, Kyai Ageng sudah melanjutkan perjalanan. Sedang Nyai Ageng berkata “Kyai Boya wis lali aku,teko ninggal wae”, tempat itu kemudian disebut boyolali.
Namun Boyolali dalam serat Angger-Anggeran Nagari itu merupakan Surat Keputusan bersama antara Patih Raden Adipati Sosroningrat di Suryakarta dengan Patih Raden Danurejo di Yogyakarta tahun 1840.
Pada masa Kerajaan Mataram di Surakarta yakni Kasunanan, Wilayah Kerajaan dibagi 3 satuan daerah:
Daerah Kuthanegara (Tempat kedudukan Raja)
Daerah Negara Agung (Daerah Lungguh Pegawai Kerajaan)
Daerah Manca Negara (Daerah diluar Negara Agung)
Daerah Negara Agung dibagi menjadi beberapa daerah yaitu : Daerah Bumi Sewu, Alumija, Numpak Anyar, Bumi Dedhe, Punjang dan Panekar. Daerah Bumi Gedhe/Siti Ageng ialah daerah-daerah/desa-desa disepanjang jalan Surakarta-Semarang termasuk Kartasura, Boyolali, Ampel sampai batas Ungaran, Kedung Jati.
Pada jaman PB VII banyak perubahan-perubahan yaitu tentang Pemerintahan, Pengadilan, Status daerah pedesaan “Renovatum” pada tahun 1930 Belanja membangun benteng di Boyolali guna pertahanan, peristirahatan Belanda. Perubahan di Bidang Pemerintahan yaitu dalam surat Angger-Angger/Serat Angger Gunung yang isinya Pembentukan Pos Tundhan, tempat pemberhentian barang-barang/surat-surat dari Surakarta ke Semarang atau Sebaliknya.
Tempat Pos Tundhan tersebut adalah Ampel dan Boyolali yang dikepalai Tumenggung Gunung yang bertempat tinggal dekat posnya. Pada tahun 1847, oleh sunan Boyolali dijadikan Kabupaten Gunung berdasarkan Staatslad 1847 No.30 disamping kota Surakarta, Kartasura, Klaten, Sragen dan Ampel.
Yang dianggap sebagai Bupati pertama untuk Boyolali yaitu : RT. Sutonagoro dengan adanya Staatslad 1847 No.30 tersebut, Boyolali dan Ampel tidak lagi sebagai pos Tundhan, tetapi sudah ditetapkan sebagai Kabupaten Gunung atau Kabupaten Pulisi, pada tanggal 5 Juni 1847.
Pada masa Pemerintahan Paku Buwono X, berdasarkan Kekancingan Dalem No.73 tahun 1893, Kabupaten Pulisi Ampel dihapus dan dimasukkan dalam Wilayah Kabupaten Boyolali meliputi:
Kapanewon distrik Kota Boyolali
Kapanewon distrik Ampel
Kapanewon distrik Karang Gedhe
Kapanewon distrik Grogol (Wonosegoro)
Pada tanggal 13 oktober 1911 berdasarkan Rijsblad Surakarta 1981 No.23 dikeluarkan ketetapan tentang peggantian nama Bupati Pulisi beserta Stafnya menjadi abdi dalem Panggreh Praja. Kemudian nama kabupaten Pulisi boyolali diganti namanya Kabupaten Panggreh Praja Boyolali, dengan struktur Pemerintahan: Bupati Panggreh Praja, Bupati Anom Panggreh Praja, Wedana, dan Asisten Wedana Panggreh Praja. Tugas para pejabat tersebut antara lain memelihara ketentraman, keselamatan, kesehatan, pertanian, peternakan, kelancaran lalu lintas dan memberikan penyuluhan kepada Rakyat didaerah masing-masing.
Masa Republik
Berdasarkan Undang-undang No.22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan daerah yang kemudian disusul Undang-undang No.13 tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Diseluruh Jawa Tengah Undang-undang ini berlaku setelah ditetapkan Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1950 keluar tanggal 14 Agustus 1950 dan berlaku 25 Agustus 1950.
Dengan demikian secara formal Kabupaten Boyolali sebagai dareah otonom lahir tanggal 15 Agustus 1950, akan tetapi secara riil suatu daerah Pemerintahan dianggap ada apabila alat-alat perlengkatannya sudah terpenuhi, yaitu Kepala daerah dan DPRD. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.39 Tahun 1950 maka berhasildibentuk DPRDS, yang terdiri 29 anggota dengan ketua S. Dirdjo Soeprapto dan Wakilnya Ismadhy.
Dengan demikan pada tanggal 29 Desember 1950 berdirilah Pemerintahan daerah Otonom Kabupaten Boyolali secara lengkap.
Sebagai Bupati pertama RT. Boedjonegoro dan sejak tanggal 1 April 1951 digantikan oleh M.Sastrohanjoyo. Sedang wilayah pemerintahannya dibagi menjadi:
Kawedanan Boyolali
Kawedanan Banyudono
Kawedanan Simo
Kawedanan Wonosegoro
Kawedanan Ampel
Penetapan Hari Jadi Kabupaten Boyolali sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh LPPM UNS dan Pemerintah Kabupaten Boyolali pada 11 September 1981. Setelah melakukan penelusuran sejarah, selanjutnya pada 23 Pebruari 1982 di Gedung DPRD Kabupaten Boyolali diselenggarakan seminar tentang Sejarah Hari Jadi Kabupaten Dati II Boyolali.
Dalam seminar ini telah disimpulkan tanggal 5 Juni 1847 merupakan Hari Jadi Kabupaten Boyolali. Selanjutnya melalui Rapat Paripurna DPRD pada tanggal 13 Maret1982 telah ditetapkan Peraturan Daerah Tingkat II Kabupaten Boyolali Nomor 3 Tahun 1982 tentang Sejarah dan Hari Jadi Kabupaten Boyolali. Perda tersebut telah diundangkan melalui Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Boyolali pada tanggal 22 Maret 1982 Nomor 5 Tahun 1982 Seri D Nomor 3.
Berikut ini adalah simpanan foto-foto jaman dulu (lawas) daerah Boyolali :
Peta Boyolali di tahun 1944 (Sumber : maps.lib.utexas.edu)
Letaknya strategis, ada di pinggir jalan Solo-Semarang dan bersinggungan langsung dengan jalur tram milik perusahaan swasta, NIS. Sehingga barang bisa langsung dikirim ke Solo lewat tram barang.– Sumber peta : http://www.lib.utexas.edu/maps/ams/java_and_madura/ – Sumber foto : KITLV
Mengenai gedung Pradoto ini memang tidak bisa dilepaskan dari sejarah Boyolali. Ada sejarahnya yakni salah satunya pembentukan Kabupaten Gunung Pulisi yang kemudian berkembang menjadi Kabupaten Pangreh Projo bersamaan dengan terbentuknya pengadilan Pradoto.
Kabupaten Gunung Pulisi eksis pada tahun 1840-1918 yang dilatarbelakangi merosotnya pemerintahan PB IV. Kasunanan Surakarta terikat janji dengan Gubernur Jenderal Daendels pada 1809 dengan salah satu isi perjanjiannya yang pembangunan loji di Boyolali dan perbaikan jalan Surakarta-Semarang dan jalan Surakarta-Yogyakarta harus ditanggung oleh Sunan PB IV. Perbaikan jalan dan jembatan oleh Sunan membuat didirikannya pos-pos keamanan yang berfungsi untuk mengamankan lalu lintas barang di Surakarta. Pos-pos ini didirikan di enam kabupaten yaitu Kabupaten Kota Surakarta, Kartasura, Klaten, Boyolali, Ampel, dan Sragen.
Semua wilayah ini dipimpin seorang Bupati Gunung Pulisi yang berada di bawah perintah patih kerajaan. Kemudian dibentuklah Asisten Residen dan Peradilan Perdata Kabupaten Pangreh Praja bersamaan dengan pembentukan Pengadilan Pradata Kabupaten yang dipimpin Tumenggung Pulisi. Kabupaten Gunung Pulisi berkembang menjadi Kabupaten Pangreh Praja bersamaan dengan pembentukan Pengadilan Pradata dan Asisten Residen di kabupaten-kabupaten tersebut. Lembaga tersebut dipimpin oleh Patih Kerajaan.
Pada 1873, terjadi pembagian daerah yang lebih kecil dinamakan distrik. Terdapat lima distrik di wilayah Kabupaten Boyolali, yaitu Boyolali, Tumang, Banyudono, Koripan, dan Jatinom. Karena kebijakan tersebut, mulai dibangun pula beberapa bangunan terutama di kompleks Pulisen.
Bangunan kuno bergaya kolonial yang dibangun pada masa penjajahan Belanda di Boyolali antara lain: