Kenapa Menyukai Aksara Jawa?

cinta aksara jawa

Pertanyaan sesuai judul, sepertinya tidak berlaku umum karena realitanya banyak generasi muda jawa yang tidak menyukai atau malah tidak peduli tentang keberadaan aksara jawa tersebut. Padahal sang guru tidak kurang-kurang dalam berkreasi dalam mengajar tema ini, dari model pembelajaran klasik, traveling bahkan lewat aplikasi games.

Tidak harus mempunyai kesukaan kepada sejarah, jadi mempelajari aksara Jawa adalah penting. Bukan karena aksara ini wajib dipakai sebagai ikon budaya dan penghias wajah kota. Masih ada lagi alasan mengapa kita penting mempelajari aksara Jawa. Andaikan aksara jawa bisa menjadi tulisan nasional seperti aksara di india, thailand, korea, jepang dan negara-negara yang berkultur kuat maka akan lain lagi ceritanya. Walaupun ini sepertinya tidak akan mungkin, karena akan menyangkut kebhinekaan Indonesia.

Salah satunya adalah kita bisa belajar mengenai filosofi yang ada dalam aksara Jawa. Jadi, seorang guru yang mengajarkan aksara jawa, alangkah baiknya memberikan visi-misi dulu kepada siswanya kenapa harus tahu, harus belajar dan menyukai materi aksara jawa tersebut. Sehingga bukan karena sekedar hafal dan menghafal agar mendapatkan nilai bagus. Dan setelah mata pelajaran tiada, maka tiada juga ilmu yang telah dihafalkan tersebut.

Image
Serat Jaya Lengkara Wulang, copied in Yogyakarta, 1803. British Library

Aksara Jawa Mengandung Nilai-nilai Filosofis
Selain digunakan secara praktis sebagai media untuk menuangkan ide dan gagasan dalam bentuk tulisan, keberadaan aksara Jawa juga penting karena dalam mempelajari aksara Jawa tidak akan lepas dari nilai-
nilai filosifis yang termuat dalam aksaranya. Sejak dari cerita/ legenda penciptaannya, urutan aksaranya, cara penulisan, dan lain-lain dimuati nilai-nilai filosofis. Uraian mengenai nilai-nilai filosofis aksara Jawa
ada juga dalam menu Filosofi Aksara Jawa.

Huruf-huruf unik tersebut tak terjadi dengan sendirinya, namun ada sejarah dibalik terciptanya aksara-aksara tersebut. Seperti budaya Jawa lainya yang selalu menyimpan makna, dalam Carakan ini juga memiliki arti yang sarat akan filosofi.

Asal usul riwayat dari aksara Jawa ini berkaitan dengan kisah Aji Saka yang mengabadikan dua abdi setianya yang bernama Dora dan Sembada yang mati bertempur demi memperebutkan pusaka sakti milik Aji Saka. Dora ikut serta bersama Aji Saka, sementara Sembada tetap di tempat menjaga pusaka sakti.

Kedua orang ini melakukan perjalanan ke Kerajaan Medhangkamulan yang dipimpin Prabu Dewata Cengkar demi menghentikan kebiasaannya yang suka makan daging manusia. Pada akhirnya, Aji Saka berhasil mengalahkan Prabu Dewata Cengkar dan diangkatlah ia menjadi raja di Kerajaan Medhangkamulan.

Sejak saat itu, Kerajaan Medhangkamulan dipimpin oleh Aji Saka, seorang raja yang arif dan bijaksana. Tiba-tiba, Aji Saka teringat akan pusaka saktinya dan memerintahkan Dora untuk mengambilnya. Namun Sembada tidak mau memberikan pusaka itu, karena teringat pesan Aji Saka.

Pertarungan sengit antara Dora dan Sembada tak bisa terelakkan. Karena memiliki ilmu sama-sama kuat, maka keduanya tewas secara bersamaan. Aji Saka yang teringat akan pesannya kepada Sembada segera menyusul, namun terlambat karena sesampai di sana kedua abdi yang sangat setia itu sudah tak bernyawa.

Untuk mengenang keduanya, maka Aji Saka mengabadikannya peristiwa tersebut dalam sebuah ksara Jawa.

Ha Na Ca Ra Ka (Ono utusan = Ada utusan)
Da Ta Sa Wa La (Padha kekerengan = Saling berkelahi)
Pa Da Ja Ya Nya (Padha digdayane = Sama-sama saktinya)
Ma Ga Ba Tha Nga (Padha nyunggi bathange = Saling berpangku saat meninggal)

Dalam masing-masing huruf itu pun masih terkandung makna luhur didalamnya. Nilai-nilai yang terkandung senantiasa mengajarkan manusia untuk selalu ingat akan pencipta dan menjaga keseimbangan hidup antar manusia maupun semesta.

Ha – “Hana hurip wening suci”
(Adanya kehidupan adalah kehendak dari yang Maha Suci)

Na – “Nur candra, gaib candra, warsitaning candra”
(Pengharapan manusia hanya selalu kepada sinar Ilahi)

Ca – “Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi”
(Arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal)

Ra – “Rasaingsun handulusih”
(Rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani)

Ka – “Karsaningsun memayuhayuning bawana”
(Hasrat diarahkan untuk kesajeteraan alam)

Da – “Dumadining dhat kang tanpa winangenan”
(Menerima hidup apa adanya/ikhlas)

Ta – “Tatas, tutus, titis, titi, lan wibawa”
(Mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup)

Sa – “Sifat ingsun handulu sifatullah”
(Mewujudkan sifat kasih sayang seperti kasih Tuhan)

Wa – “Wujud hana tan kena kinira”
(Ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas)

La – “Lir handaya paseban jati”
(Mengalirkan hidup semata pada tuntunan Ilahi)

Pa – “Papan kang tanpa kiblat”
(Hakekat Allah yang ada disegala arah)

Dha – “Dhuwur wekasane endek wiwitane”
(Untuk bisa sampai diatas tentu dimulai dari dasar)

Ja – “Jumbuhing kawula lan Gusti”
(Selalu berusaha menyatu memahami kehendak-Nya)

Ya – “Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi”
(Yakin atas titah/kodrat Ilahi)

Nya – “Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diwuruki”
(Memahami dengan benar kodrat kehidupan)

Ma – “Madhep mantep manembah mring Ilahi”
(Yakin/mantap dalam menyembah Ilahi)

Ga – “Guru sejati sing muruki”
(Belajar pada guru nurani)

Ba – “Bayu sejati kang andalani”
(Menyelaraskan diri pada gerak alam)

Tha – “Tukul saka niat”
(Sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan)

Nga – “Ngracut busananing manungso”
(Melepaskan egoisme pribadi manusia).

Alasa kedua, Kenapa orang malas mempelajari aksara Jawa? yakni alasannya karena aksara Jawa tidak lagi mempunyai nilai ekonomis. Sebenarnya ada tidak ya, nilai ekonomis aksara Jawa? Mari kita cari tahu
bersama-sama.

Mempelajari Aksara Jawa dan Nilai Ekonomisnya
Mempelajari aksara Jawa juga juga ada nilai ekonomis. Beberapa keuntungan dalam mempelajari aksara Jawa antara lain:

  1. Kita bisa menjadi tenaga profesional sebagai transliterator (pengalih aksara), dari aksara Jawa ke dalam aksara Latin. Jasa alih tulis saat ini dihargai cukup tinggi. Sehingga jika konsisten dalam menjalankannya, maka profesi sebagai transliterator ini cukup menjanjikan.
  2. Menjadi peneliti atau konsultan sejarah dan sosial budaya
  3. Aksara Jawa juga bisa berfungsi sebagai ragam hias yang indah. Sehingga aksara Jawa dapat dijadikan kaligrafi, seperti halnya tulisan Arab. Kaligrafi aksara Jawa mempunyai nilai jual, jika
    mengandung estetika tinggi.
Dyon Sebastian on Twitter: "Nglurug tanpa bala, Menang tanpa ngasorake  #Kaligrafi #AksaraJawa… "
Contoh Seni Dalam Aksara Jawa

Yuk! sukai aksara, bahasa dan budaya jawa kita. Kalau bukan kita, maka oleh siapa lagi? Jangan sampai punah tanpa perlawanan dan usaha melestarikan nilai-nilai bangsa ini.

Post Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.