Rumah joglo adalah rumah tradisional Jawa yang memiliki ciri khas atap limasan yang tinggi dan melengkung, serta struktur bangunan yang luas dan terbuka. Biasanya ditemukan di daerah Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur di Indonesia. Rumah Joglo adalah rumah adat dari Jawa Tengah yang pada umumnya dibangun dengan menggunakan kayu jati. Ciri khas rumah Joglo dapat dikenali pada atapnya yang berbentuk tajug atau semacam atap piramida yang mengerucut. Istilah Joglo sendiri berasal dari kata “tajug” dan “loro” yang disingkat juglo dan memiliki makna penggabungan dua tajug.
Dalam perkembangannya, penyebutan juglo berubah menjadi joglo. Berikut ini sejarah rumah adat Joglo dan filosofinya. Sejarah Rumah Joglo merupakan sebuah simbol yang menunjukkan status sosial masyarakat Jawa zaman dulu. Maka dari itu, meski dikenal sebagai rumah orang Jawa pada zaman dulu, tidak semua masyarakat Jawa mampu membangunnya. Orang yang mampu memiliki rumah joglo adalah masyarakat yang status sosialnya tinggi dan kemampuan ekonominya lebih.
Hal itu dikarenakan bahan yang digunakan untuk membangun rumah joglo adalah kayu jati yang kualitasnya sangat bagus dan harganya mahal. Selain itu, biaya pembangunannya juga tinggi karena waktu yang dibutuhkan untuk mendirikan rumah Joglo sangat lama. Maka tidak heran apabila zaman dulu hanya raja, bangsawan, dan orang kaya yang mampu membangun rumah Joglo.
Bagian-bagian rumah Joglo Rumah Joglo pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu :
(1) Pendapa (bagian depan),
(2) Pringgitan (bagian tengah), dan
(3) Dalem (ruang utama).
Setiap bagian dari rumah Joglo memiliki prinsip hierarki atau tingkatan dalam struktur rumah yang unik. Prinsip tersebut berupa bagian depan rumah yang memiliki sifat umum, sedangkan bagian belakang memiliki sifat yang khusus.
Oleh karena itu, akses untuk masuk ke bagian belakang rumah hanya diberikan kepada orang-orang tertentu. Selain itu, rumah Joglo juga memiliki empat tiang penyangga atau soko guru di tengahnya yang berukuran lebih tinggi dan digunakan untuk menopang atap.
Makna soko guru rumah adat Joglo adalah gambaran kekuatan dari empat penjuru mata angin. Oleh karena itu, masyarakat meyakini bahwa berlindung di rumah Joglo dapat menghindarkan mereka ketika bencana datang.
Sedangkan tajug bagi masyarakat Jawa diibaratkan sebagai bentuk gunung. Bagi mereka gunung merupakan tempat tinggi yang sakral dan didiami oleh para dewa.
Berikut adalah bagian-bagian rumah Joglo dan filosofinya.
(1) Pendapa. Letak pendapa secara umum berada di depan, yang bermakna bahwa orang Jawa memiliki sifat yang terbuka dan ramah. Selain itu, di pendapa terdapat fasilitas bagi tamu, seperti tikar sebagai alas duduk. Hal itu bertujuan supaya tak ada kesenjangan antara tamu dan tuan rumah.
(2) Pringgitan. Bagian pringgitan atau bagian tengah yang terletak antara pendapa dan rumah dalam (omah njero). Pada bagian pringgitan ini biasanya berupa lorong yang digunakan untuk jalan masuk. Selain itu, lorong ini digunakan untuk menggelar pertunjukan wayang kulit atau kesenian lainnya. Penampilan dari pringgitan seperti serambi berbentuk tiga persegi dan menghadap ke arah pendapa.
(3) Dalem atau ruang utama Pada bagian utama rumah, terdapat kamar-kamar yang disebut senthong. Senthong terdiri dari tiga bilik saja. Kamar pertama untuk laki-laki dan kamar kedua untuk perempuan. Sedangkan kamar ketiga dikosongkan karena untuk menyimpan pusaka serta tempat pemujaan kepada Dewi Sri atau Dewi Padi. Kamar kosong tersebut disebut dengan krobongan dan dianggap sebagai tempat paling sakral di dalam rumah.
Berikut ini adalah beberapa hal lain mengenai rumah Joglo, yakni :
Rumah joglo dari Jawa adalah warisan budaya yang berharga dan menjadi simbol keindahan dan keanggunan arsitektur tradisional Jawa. Dengan ciri khasnya yang unik dan fungsionalitas yang luas, rumah joglo terus menjadi bagian penting dari identitas budaya masyarakat Jawa Tengah.
Referensi: Djono. (2014). Sejarah Lokal Surakarta, UNS Press