yyudhanto on Teknologi
31 Aug 2023 15:46 - 11 minutes reading

Metode UI/UX dalam Pembuatan User Experience

UX atau dikenal dengan user experience adalah bagaimana memotret dan meujudkan kenyaman pengguna (user) dalam hal : mudah digunakan, mudah dipelajari, mudah dingat dan memenuhi kebutuhan pengguna. Selanjutnya masuk pada pembahasan mengenai metode user experience.

Di dalam konsep pengembangan UX, terbagi lagi menjadi berbagai metode untuk pemecahan suatu permasalahan yang berhubungan dengan interaksi antara pengguna dengan sistem aplikasi. 

1. User Centered Design (UCD)

User-Centered Design (UCD), dalam konteks User Experience (UX), adalah pendekatan dalam merancang produk atau layanan yang menempatkan pengguna sebagai fokus utama. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk menciptakan pengalaman yang memenuhi kebutuhan, preferensi, dan tujuan pengguna dengan cara yang efektif dan memuaskan. User-Centered Design menempatkan pengguna sebagai pusat dari semua keputusan desain, sehingga hasil akhirnya lebih relevan, berdaya guna, dan menyenangkan bagi pengguna.

Pendekatan User-Centered Design melibatkan langkah-langkah seperti:

  1. Penelitian Pengguna: Langkah awal adalah memahami pengguna secara mendalam. Ini melibatkan melakukan riset pengguna, wawancara, observasi, dan pengumpulan data untuk memahami siapa pengguna, kebutuhan mereka, preferensi, dan tantangan yang mereka hadapi.
  2. Pendefinisian Kebutuhan Pengguna: Berdasarkan penelitian, Anda dapat mengidentifikasi kebutuhan, tujuan, dan masalah yang ingin dipecahkan oleh pengguna. Ini membantu dalam merumuskan fokus desain yang sesuai.
  3. Pengembangan Persona: Persona adalah representasi fiktif dari pengguna yang mencerminkan karakteristik, tujuan, dan perilaku pengguna yang berbeda. Persona membantu dalam membayangkan pengguna dalam konteks desain.
  4. Pembuatan Prototype: Dalam tahap ini, Anda merancang prototipe atau model awal produk atau layanan. Ini bisa berupa sketsa, mockup, atau bahkan prototipe interaktif yang lebih canggih. Tujuan dari prototipe adalah untuk menguji konsep desain dengan pengguna sejak dini.
  5. Pengujian Usability: Prototipe yang dibuat diuji dengan pengguna untuk mengumpulkan umpan balik tentang kemudahan penggunaan, efektivitas, dan kepuasan mereka terhadap desain tersebut. Hasil dari pengujian ini membantu dalam melakukan perbaikan lebih lanjut.
  6. Iterasi: Berdasarkan umpan balik yang diterima dari pengujian, desain dapat diperbaiki dan ditingkatkan. Pendekatan UCD melibatkan siklus iteratif di mana desain terus-menerus diperbarui dan diuji hingga mencapai tingkat kepuasan yang tinggi dari pengguna.
  7. Implementasi dan Evaluasi: Setelah desain dianggap memenuhi kebutuhan dan harapan pengguna, produk atau layanan diimplementasikan secara penuh. Namun, penggunaan tidak berakhir di sini. Evaluasi terus menerus diperlukan untuk memastikan bahwa desain tetap relevan dan berfungsi seiring waktu.
  8. Keterlibatan Pengguna Selama Seluruh Proses: Salah satu aspek penting dari UCD adalah melibatkan pengguna sepanjang seluruh proses desain. Pengguna diberi kesempatan untuk memberikan masukan dan mengujinya dalam berbagai tahap.
User Centered Design – School of Information Systems
UCD Diagram

Dengan pendekatan User-Centered Design, tujuan utama adalah menciptakan produk atau layanan yang tidak hanya estetis dan fungsional, tetapi juga memadai dalam memenuhi kebutuhan dan harapan pengguna. Dalam mengimplementasikan UCD, tim desain dan pengembangan harus memiliki keterampilan dalam riset pengguna, analisis, prototyping, serta kemampuan mendengarkan dan beradaptasi terhadap umpan balik pengguna.

(2) Activity Centered Design (ACD)

Activity-Centered Design (ACD) adalah pendekatan dalam desain UI/UX yang berfokus pada aktivitas atau tugas yang akan dilakukan oleh pengguna di dalam produk atau layanan yang dirancang. Tujuan utama dari Activity-Centered Design adalah untuk memahami dan memenuhi kebutuhan pengguna dalam konteks tugas atau aktivitas spesifik yang mereka lakukan. Pendekatan ini membantu dalam menciptakan pengalaman yang lebih terarah dan relevan dengan fokus pada bagaimana pengguna benar-benar berinteraksi dengan produk atau layanan.

Berikut adalah langkah-langkah utama dalam Activity-Centered Design:

  1. Identifikasi Aktivitas: Langkah pertama adalah mengidentifikasi aktivitas atau tugas utama yang akan dilakukan oleh pengguna di dalam produk atau layanan. Misalnya, jika Anda merancang aplikasi perbankan, aktivitas utama bisa menjadi cek saldo, transfer dana, atau membayar tagihan.
  2. Pemahaman Mendalam: Setelah aktivitas-aktivitas utama diidentifikasi, tim desain harus mendapatkan pemahaman mendalam tentang bagaimana pengguna melakukan aktivitas tersebut, apa masalah yang mereka hadapi, dan bagaimana produk atau layanan dapat membantu mereka mencapai tujuan mereka.
  3. Pembuatan Prototipe Aktivitas: Berdasarkan pemahaman tersebut, prototipe atau model awal dari aktivitas-aktivitas tersebut dibuat. Ini bisa berupa sketsa, mockup, atau bahkan prototipe interaktif yang memungkinkan pengguna untuk menjalankan aktivitas tersebut.
  4. Pengujian Aktivitas: Prototipe aktivitas diuji dengan pengguna untuk mengumpulkan umpan balik tentang keterbatasan, kesulitan, atau kelebihan dalam interaksi mereka dengan desain tersebut. Pengujian ini membantu dalam mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan.
  5. Iterasi Aktivitas: Berdasarkan umpan balik pengguna, aktivitas-aktivitas tersebut diperbaiki dan ditingkatkan. Pendekatan ACD melibatkan siklus iteratif di mana desain aktivitas terus-menerus diperbarui dan diuji kembali.
  6. Integrasi dengan UI/UX Keseluruhan: Setelah aktivitas-aktivitas utama teruji dan ditingkatkan, desain tersebut diintegrasikan dengan elemen UI/UX keseluruhan dari produk atau layanan. Desain haruslah konsisten dan mengalir dengan baik sesuai dengan pengalaman pengguna keseluruhan.
  7. Keterlibatan Pengguna: Seperti dalam pendekatan UX lainnya, keterlibatan pengguna adalah kunci dalam Activity-Centered Design. Pengguna harus dilibatkan dalam setiap tahap, mulai dari identifikasi aktivitas hingga pengujian dan perbaikan.
  8. Pengujian Aktivitas Secara Terpadu: Selain menguji aktivitas-aktivitas secara individu, juga penting untuk menguji bagaimana aktivitas-aktivitas tersebut berinteraksi satu sama lain dalam alur penggunaan yang lebih besar. Ini membantu memastikan bahwa keseluruhan pengalaman tetap konsisten dan berjalan mulus.

Pendekatan Activity-Centered Design sangat efektif dalam memastikan bahwa desain UI/UX tidak hanya tampak bagus secara visual, tetapi juga mengakomodasi kebutuhan pengguna secara konkret saat mereka menjalankan tugas-tugas spesifik di dalam produk atau layanan.

(3) Keep It Simple Stupid (KISS)

Metode “Keep It Simple, Stupid” (KISS) adalah prinsip desain yang mengedepankan kesederhanaan dalam pembuatan UI/UX. Prinsip ini menekankan pentingnya menghindari kompleksitas yang tidak perlu dalam desain, sehingga pengalaman pengguna (user experience) tetap mudah dipahami, digunakan, dan efektif. Prinsip KISS dalam UI/UX bertujuan untuk menciptakan desain yang intuitif, efisien, dan tidak membingungkan bagi pengguna.

Berikut adalah prinsip-prinsip utama dari metode KISS dalam pembuatan UI/UX:

  1. Sederhana dan Intuitif: Desain haruslah sederhana dan mudah dimengerti oleh pengguna. Elemen-elemen antarmuka harus jelas dan intuitif, sehingga pengguna dapat dengan mudah menavigasi dan berinteraksi dengan produk atau layanan.
  2. Hindari Kelebihan Fitur: Terlalu banyak fitur atau elemen yang kompleks dapat membingungkan pengguna dan membuat antarmuka terasa rumit. Pilihlah fitur yang benar-benar relevan dan memberikan nilai tambah kepada pengguna.
  3. Minimalkan Gangguan: Hindari mengganggu pengguna dengan elemen-elemen yang tidak diperlukan atau pop-up yang tidak relevan. Fokus pada konten utama dan tugas-tugas penting yang harus diselesaikan oleh pengguna.
  4. Prioritaskan Informasi: Letakkan informasi yang paling penting dan relevan dengan aktivitas pengguna di bagian yang mudah ditemukan. Pengguna harus dapat dengan cepat menemukan informasi yang mereka butuhkan.
  5. Jaga Konsistensi: Pertahankan konsistensi dalam seluruh antarmuka. Ini mencakup konsistensi dalam tata letak, ikon, warna, dan pola interaksi. Konsistensi membantu pengguna merasa familiar dengan produk atau layanan.
  6. Usability dan Fungsionalitas: Desain harus tetap berfokus pada fungsionalitas utama produk atau layanan. Pastikan pengguna dapat dengan mudah mencapai tujuan mereka tanpa hambatan yang tidak perlu.
  7. Testing dengan Pengguna: Meskipun desainnya sederhana, penting untuk menguji desain dengan pengguna untuk memastikan bahwa antarmuka mudah digunakan dan memenuhi kebutuhan mereka.
  8. Perhatikan Responsivitas: Dalam desain UI/UX, responsivitas (kemampuan beradaptasi dengan berbagai perangkat dan ukuran layar) juga penting. Pastikan desain tetap sederhana dan efektif pada berbagai perangkat.
  9. Iterasi Terus-Menerus: Prinsip KISS tidak hanya berlaku pada awal desain, tetapi juga harus diterapkan dalam siklus iteratif. Terus perbaiki dan perbarui desain berdasarkan umpan balik dan hasil pengujian.

Prinsip “Keep It Simple, Stupid” sangat relevan dalam dunia desain UI/UX karena pengguna sering kali mencari pengalaman yang mudah digunakan dan tidak membingungkan. Menghindari kelebihan kompleksitas dan tetap berfokus pada kesederhanaan akan membantu menciptakan antarmuka yang lebih efektif, efisien, dan memuaskan bagi pengguna.

(4) Goal Directed Design (GDD)

Metode Goal-Directed Design (GDD) adalah pendekatan dalam pembuatan UI/UX yang berfokus pada tujuan atau goals pengguna dalam menggunakan produk atau layanan. Prinsip utama dari GDD adalah memahami tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pengguna dan merancang antarmuka yang memudahkan mereka untuk mencapai tujuan tersebut dengan efektif. Pendekatan ini memastikan bahwa desain tidak hanya estetis, tetapi juga berorientasi pada hasil yang diinginkan oleh pengguna.

Berikut adalah langkah-langkah utama dalam Goal-Directed Design:

  1. Identifikasi Tujuan Pengguna: Langkah awal adalah mengidentifikasi tujuan-tujuan utama yang ingin dicapai oleh pengguna saat menggunakan produk atau layanan. Tujuan ini bisa berupa tugas khusus, seperti membeli produk, mencari informasi, atau melakukan pendaftaran.
  2. Pemahaman Mendalam tentang Tujuan: Tim desain perlu mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang tujuan-tujuan ini. Ini melibatkan riset pengguna, wawancara, observasi, dan analisis untuk memahami bagaimana pengguna berinteraksi dengan produk saat mereka mencoba mencapai tujuan mereka.
  3. Pemetaan Alur Aktivitas: Berdasarkan pemahaman tentang tujuan-tujuan pengguna, buat pemetaan alur aktivitas yang menggambarkan bagaimana pengguna akan bergerak melalui antarmuka untuk mencapai tujuan mereka. Identifikasi langkah-langkah yang perlu mereka lakukan.
  4. Rancangan Interaksi: Dalam langkah ini, desainlah antarmuka yang memandu pengguna melalui langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan mereka. Pastikan interaksi dan navigasi mudah dipahami.
  5. Prototyping: Buat prototipe antarmuka berdasarkan desain yang telah dibuat. Prototipe ini dapat berupa sketsa, wireframe, mockup, atau prototipe interaktif, tergantung pada tingkat keterlibatan yang diinginkan.
  6. Pengujian dengan Pengguna: Prototipe diuji dengan pengguna untuk mengumpulkan umpan balik tentang sejauh mana desain membantu mereka mencapai tujuan. Pengujian ini membantu dalam mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan atau disesuaikan.
  7. Iterasi dan Perbaikan: Berdasarkan umpan balik pengguna, lakukan iterasi dan perbaikan pada desain. Pastikan desain semakin mendekati tujuan pengguna dan semakin memudahkan mereka dalam mencapai hasil yang diinginkan.
  8. Integrasi dengan UI/UX Keseluruhan: Setelah antarmuka teruji dan ditingkatkan dalam konteks tujuan pengguna, pastikan desain tersebut diintegrasikan dengan elemen UI/UX keseluruhan dari produk atau layanan.
  9. Evaluasi Terus-Menerus: Selanjutnya, evaluasi terus menerus diperlukan untuk memastikan bahwa desain tetap relevan dan efektif seiring perubahan tujuan dan kebutuhan pengguna.
Diagram GDD

Pendekatan Goal-Directed Design membantu memastikan bahwa desain UI/UX tidak hanya sekadar berfokus pada visual atau tampilan luar, tetapi juga pada tujuan-tujuan konkret yang ingin dicapai oleh pengguna. Dengan merancang antarmuka yang mengarahkan pengguna menuju tujuan dengan efektif, pengalaman pengguna dapat ditingkatkan secara signifikan.

(5) Sneiderman Roles

Sneiderman, dalam konteks desain, merujuk pada Ben Shneiderman, seorang ilmuwan komputer dan ahli interaksi manusia-komputer yang dikenal karena kontribusinya dalam bidang antarmuka pengguna (UI) dan pengalaman pengguna (UX). Salah satu konsep yang dihubungkan dengan nama Ben Shneiderman adalah “Eight Golden Rules of Interface Design” atau “Delapan Aturan Emas Desain Antarmuka”. Aturan ini adalah panduan untuk merancang antarmuka yang efektif dan mudah digunakan. Berikut adalah delapan aturan emas tersebut:

(a) Strive for Consistency (Berusaha untuk Konsistensi): Desain antarmuka harus konsisten dalam tata letak, visual, dan pola interaksi. Konsistensi membantu pengguna merasa familiar dengan produk dan mengurangi kebingungan.

Example of consistency on Amazon
Example

(b) Enable Frequent Users to Use Shortcuts (Izinkan Pengguna Terampil Menggunakan Pintasan): Berikan opsi pintasan untuk pengguna yang lebih terampil. Ini memungkinkan mereka untuk berinteraksi dengan lebih cepat dan efisien.

Example of shortcuts on the Canva app
Example

(c) Offer Informative Feedback (Berikan Umpan Balik yang Informatif): Setiap tindakan pengguna harus diikuti oleh umpan balik yang memberi tahu mereka tentang hasil dari tindakan tersebut. Ini membantu pengguna memahami apa yang terjadi dalam antarmuka.

Example of feedback on Google Drive
Example

(d) Design Dialogs to Yield Closure (Desain Dialog untuk Memberikan Penyelesaian): Ketika pengguna melakukan tindakan, pastikan ada akhir atau hasil yang jelas. Pengguna harus tahu bahwa tindakan mereka berhasil dilakukan.

Example of closure on Amazon
Example

(e) Offer Simple Error Handling (Tawarkan Penanganan Kesalahan yang Sederhana): Jika terjadi kesalahan, antarmuka harus memberikan pesan yang jelas dan bermanfaat tentang masalahnya dan bagaimana mengatasinya.

Example of error handling on Capian signup page
Example

(f) Permit Easy Reversal of Actions (Izinkan Pembalikan Tindakan dengan Mudah): Pengguna harus dapat membatalkan atau membatalkan tindakan mereka dengan mudah jika mereka membuat kesalahan atau menginginkan perubahan.

Example of action reversal on the Outlook app
Example

(g) Support Internal Locus of Control (Dukung Locus of Control Internal): Beri pengguna kendali atas interaksi mereka. Mereka harus merasa bahwa mereka memiliki kendali atas apa yang terjadi dalam antarmuka.

Example of control on YouTube
Example

(h) Reduce Short-term Memory Load (Kurangi Beban Memori Jangka Pendek)

Desain antarmuka sedemikian rupa sehingga pengguna tidak perlu mengingat informasi atau tindakan sebelumnya. Informasi harus tersedia secara jelas dan mudah diakses.

Example of a light page on Capian homepage
Example

Aturan-aturan ini mencerminkan prinsip-prinsip penting dalam desain antarmuka yang berorientasi pada pengguna. Menerapkan prinsip-prinsip ini dapat membantu menciptakan antarmuka yang lebih intuitif, efisien, dan memuaskan bagi pengguna.

(6) Design Thinking

Design Thinking adalah pendekatan kreatif dan berfokus pada pengguna dalam merancang solusi yang inovatif dan relevan untuk masalah yang kompleks. Pendekatan ini dapat diterapkan dengan sangat efektif dalam pembuatan UI/UX, karena membantu merancang antarmuka yang tidak hanya fungsional, tetapi juga memenuhi kebutuhan dan harapan pengguna dengan cara yang unik dan menarik.

Diagram Design Thinking

Berikut adalah langkah-langkah utama dalam penerapan Design Thinking dalam pembuatan UI/UX:

  1. Empati (Empathize):
    • Memahami pengguna secara mendalam melalui wawancara, observasi, dan riset.
    • Mengidentifikasi tantangan, preferensi, dan kebutuhan pengguna.
  2. Definisi (Define):
    • Merumuskan masalah yang spesifik berdasarkan pemahaman tentang pengguna.
    • Menentukan tujuan dan target yang ingin dicapai oleh pengguna melalui antarmuka.
  3. Idea (Ideation):
    • Menghasilkan sebanyak mungkin ide solusi untuk mengatasi masalah yang diidentifikasi.
    • Melibatkan kolaborasi dan brainstorming dalam merancang berbagai konsep desain.
  4. Prototyping:
    • Membuat prototipe dari konsep-konsep desain yang dihasilkan dalam langkah sebelumnya.
    • Prototipe dapat berupa sketsa, wireframe, atau bahkan prototipe interaktif yang lebih mendekati produk akhir.
  5. Testing:
    • Mengujikan prototipe kepada pengguna untuk mengumpulkan umpan balik tentang efektivitas dan kepuasan mereka.
    • Identifikasi area yang perlu ditingkatkan atau diubah berdasarkan hasil pengujian.
  6. Iterasi (Iterate):
    • Menggunakan umpan balik pengguna untuk memperbaiki desain dan menghasilkan iterasi baru dari prototipe.
    • Proses ini dapat diulang beberapa kali untuk memastikan desain semakin mendekati kebutuhan pengguna.
  7. Implementasi:
    • Setelah desain mendekati optimal, mengimplementasikan desain UI/UX ke dalam produk atau layanan sebenarnya.
    • Memastikan bahwa antarmuka berfungsi sesuai dengan harapan dan tujuan pengguna.
  8. Evaluasi Terus-Menerus:
    • Setelah implementasi, tetap melakukan evaluasi dan mengumpulkan umpan balik dari pengguna.
    • Pengembangan desain UI/UX dapat terus berlanjut untuk menjaga kesesuaian dengan kebutuhan yang terus berubah.

Design Thinking membantu dalam merancang UI/UX yang lebih manusiawi dan berfokus pada solusi yang sesuai dengan kebutuhan nyata pengguna. Ini melibatkan pengguna dalam setiap langkah, dari pemahaman awal hingga implementasi, dan memastikan bahwa desain yang dihasilkan memberikan nilai tambah dan pengalaman yang positif bagi pengguna.