yyudhanto on Pendidikan Sejarah
7 Dec 2024 03:20 - 6 minutes reading

Sekolah di Jaman Kolonial Belanda

Pada masa kolonial, sistem pendidikan di Hindia Belanda dirancang untuk melayani kepentingan penjajah. Akses pendidikan hanya diberikan kepada segelintir golongan elit, terutama anak-anak Belanda, Eropa, dan priyayi pribumi. Tujuan utamanya adalah mendidik tenaga kerja yang bisa membantu administrasi kolonial. Namun juga ada motif bahwa sekolah untuk Indonesia sebagai salah satu program dari Politik Etis. Kebijakan ini sudah diterapkan sejak 1902 oleh Alexander WF Idenburg, Menteri Daerah Jajahan.

Sejak tahun tersebut, pemerintah Belanda telah membuka banyak sekali sekolah rendah bahkan di pelosok-pelosok desa. Tujuannya adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat bumiputra. Sekolah-sekolah yang didirikan adalah Sekolah Rakyat, Hollandsch Inlandsche School (sekolah rendah kalangan elit bumiputra), dan vervolgschool (sekolah lanjutan), dan banyak lainnya.

Selain itu, didirikannya sekolah di Indonesia merupakan sebuah bentuk balas budi kolonial Belanda kepada penduduk Indonesia, karena telah menerapkan sistem tanam paksa Belanda sudah sangat lama mengambil kekayaan sumber daya alam yang ada di Indonesia, yang kemudian membuat rakyat pribumi tidak pernah sejahtera. Kendati demikian, sebagian anak-anak bumiputra kalangan menengah ke bawah yang bersekolah tetap ada batasan dari mereka, bahkan intervensi. Tujuan lain Belanda mendirikan sekolah di Indonesia adalah untuk memperoleh tenaga kerja yang murah. Berikut ini adalah tipe Sekolah di Masa Kolonial:

  1. Europeesche Lagere School (ELS): Sekolah dasar untuk anak-anak Eropa dan golongan elit pribumi.
  2. Hollandsch-Inlandsche School (HIS): Sekolah dasar untuk anak pribumi dari kalangan kaya.
  3. Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO): Setingkat SMP untuk anak-anak lulusan HIS.
  4. Algemene Middelbare School (AMS): Setingkat SMA dengan pendidikan lebih luas.
  5. Sekolah Ongko Loro dan Ongko Siji: Sekolah untuk rakyat biasa, tetapi kualitasnya jauh di bawah sekolah elit.

Pendidikan dan Perjuangan Perubahan

Pada awal abad ke-20, kesadaran akan pentingnya pendidikan mulai meningkat. Organisasi seperti Boedi Oetomo (1908) mendorong pendidikan sebagai alat untuk kebangkitan bangsa. Tokoh-tokoh seperti Ki Hadjar Dewantara mendirikan Taman Siswa (1922), yang menekankan pendidikan untuk semua lapisan masyarakat dengan pendekatan budaya lokal.

Tokoh-tokoh lain, seperti Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah (1912) dan KH Hasyim Asy’ari dengan Nahdlatul Ulama, mendirikan institusi pendidikan berbasis agama yang turut membentuk generasi pemimpin bangsa.

Tokoh Pendidikan yang Berpengaruh

  1. Ki Hadjar Dewantara: Pendiri Taman Siswa dan pelopor pendidikan nasional.
  2. R.A. Kartini: Memperjuangkan pendidikan bagi perempuan pribumi melalui sekolah wanita.
  3. Ahmad Dahlan: Menginisiasi pendidikan berbasis Islam modern di Muhammadiyah.
  4. Hasyim Asy’ari: Memperkuat pendidikan pesantren melalui Nahdlatul Ulama.

Sekolah di Era Kemerdekaan

Setelah kemerdekaan, sistem pendidikan Indonesia bertransformasi untuk memenuhi kebutuhan bangsa merdeka. Pemerintah mulai mencanangkan wajib belajar dan mendirikan sekolah-sekolah negeri di seluruh pelosok Indonesia.

Kontribusi Alumni Pendidikan Kolonial: Beberapa tokoh bangsa yang berhasil memanfaatkan pendidikan kolonial untuk memimpin perjuangan kemerdekaan:

  1. Soekarno: Presiden pertama Indonesia, lulusan Technische Hoogeschool (sekarang ITB).
  2. Mohammad Hatta: Wakil Presiden pertama, lulusan Handels Hoogeschool di Belanda.
  3. Sutan Sjahrir: Perdana Menteri pertama, lulusan pendidikan hukum di Belanda.

Foto para calon guru di depan gedung Kweekschool.

Foto para calon guru di depan gedung Kweekschool.

Sekolah Pertukangan (Ambachtsschool) surabaya 1853

Sekolah Pertukangan (Ambachtsschool), Surabaya th 1853

potret suasana kelas sekolah HBS Surabaya tahun 1927 (digitalcollections.universiteitleiden.nl/Isken & Co. J. Apon)

Suasana kelas sekolah HBS Surabaya, tahun 1927

Pendidikan memainkan peran penting dalam mencetak generasi pemimpin yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Transisi dari sistem kolonial yang elitis ke sistem nasional yang inklusif menunjukkan perjalanan panjang bangsa dalam meraih kebebasan pendidikan. Berikut adalah contoh sekolah-sekolah yang didirikan pada masa kolonial Belanda beserta lokasinya:

  1. Europeesche Lagere School (ELS). Lokasi: Banyak ditemukan di kota besar seperti Batavia (Jakarta), Surabaya, Semarang, dan Bandung. Fungsi: Untuk anak-anak Eropa dan priyayi pribumi.
  2. Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Lokasi: Kota-kota besar, misalnya HIS di Solo (Surakarta) dan Yogyakarta. Fungsi: Memberikan pendidikan dasar kepada anak-anak pribumi kaya.
  3. Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Lokasi: Semarang dan Surabaya memiliki MULO terkemuka. Fungsi: Pendidikan menengah untuk lulusan HIS.
  4. Kweekschool (Sekolah Guru). Lokasi: Bukittinggi dan Fort de Kock (Sumatera Barat). Fungsi: Mencetak tenaga pendidik pribumi.
  5. Sekolah Kartini. Lokasi: Didirikan di Semarang dan kemudian di kota lain seperti Surabaya. Fungsi: Pendidikan khusus untuk perempuan pribumi.
  6. Technische Hoogeschool (sekarang ITB). Lokasi: Bandung. Fungsi: Perguruan tinggi teknik pertama di Hindia Belanda.

Setiap sekolah memiliki peran penting dalam mendidik generasi, meskipun sebagian besar terbatas untuk kalangan elit dan anak-anak Belanda.

potret suasana kelas MULO di Yogyakarta tahun 1938 (digitalcollections.universiteitleiden.nl/KITLV)

Suasana kelas MULO di Yogyakarta tahun 1938

Guru dan murid Hollands-Inlandse School di Garut, 1895

Sekolah Cina atau Tionghoa

ada masa kolonial Belanda, terdapat sekolah khusus untuk komunitas Tionghoa di Hindia Belanda yang dikenal sebagai Hollandsch-Chineesche School (HCS). Sekolah ini didirikan untuk anak-anak Tionghoa kaya, memberikan pendidikan berbasis kurikulum Belanda namun dengan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan budaya mereka. Ciri khasnya adalah : Kurikulum HCS hampir sama dengan Hollandsch-Inlandsche School (HIS), tetapi lebih diarahkan untuk kebutuhan komunitas Tionghoa. Bahasa Belanda digunakan sebagai pengantar, dengan tambahan pelajaran bahasa Mandarin di beberapa sekolah.

Lokasi dan Perkembangan:

  1. Lokasi Utama: Sekolah-sekolah HCS banyak ditemukan di kota besar seperti Batavia (Jakarta), Surabaya, Medan, dan Semarang.
  2. Tujuan: Membentuk tenaga kerja administratif bagi pemerintahan kolonial dan meningkatkan kemampuan komunitas Tionghoa dalam beradaptasi dengan modernisasi.

Sekolah ini menjadi salah satu institusi penting yang melahirkan tokoh-tokoh Tionghoa berpengaruh di masa kemerdekaan, yang banyak terlibat dalam bidang bisnis, pendidikan, dan politik. Berikut adalah contoh sekolah-sekolah khusus Tionghoa pada masa kolonial Belanda beserta lokasinya:

Contoh Sekolah Tionghoa di Masa Kolonial:

  1. Hollandsch-Chineesche School (HCS) Batavia. Lokasi: Batavia (sekarang Jakarta). Sekolah ini menjadi pusat pendidikan utama komunitas Tionghoa di wilayah ibu kota.
  2. HCS Surabaya. Lokasi: Surabaya, Jawa Timur.
  3. HCS Semarang. Lokasi: Semarang, Jawa Tengah. Merupakan salah satu kota penting dengan populasi Tionghoa yang besar.
  4. HCS Medan. Lokasi: Medan, Sumatera Utara. Medan sebagai kota dagang menyediakan pendidikan HCS bagi komunitas Tionghoa kaya.
  5. Sekolah Swasta Tionghoa (Tiong Hoa Hwee Koan – THHK). Lokasi: Banyak tersebar di kota-kota besar seperti Batavia, Surabaya, dan Bandung. Sekolah ini didirikan oleh komunitas Tionghoa sendiri sebagai alternatif pendidikan berbasis budaya dan bahasa Mandarin.

Sekolah tersebut menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar utama. Berfokus pada pendidikan berbasis modern untuk mendukung aktivitas bisnis dan peran administratif. Sebagian sekolah menambahkan pelajaran bahasa Mandarin untuk melestarikan budaya Tionghoa.

Sekolah-sekolah ini membantu meningkatkan taraf pendidikan komunitas Tionghoa dan mencetak tokoh-tokoh penting dalam dunia bisnis dan pendidikan. Sekolah khusus Tionghoa di Solo pada masa kolonial Belanda. Salah satu yang menonjol adalah Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) yang berdiri sebagai inisiatif komunitas Tionghoa untuk menyediakan pendidikan berbasis budaya dan bahasa Mandarin. THHK memiliki cabang di banyak kota, termasuk Solo, karena tingginya populasi Tionghoa di kawasan tersebut.

Selain THHK, ada kemungkinan keberadaan Hollandsch-Chineesche School (HCS), yang diperuntukkan bagi anak-anak Tionghoa dari kalangan elit, menggunakan kurikulum Belanda untuk mendukung modernisasi komunitas. Lokasi pastinya memanfaatkan area strategis di Solo yang dekat dengan pusat aktivitas ekonomi komunitas Tionghoa.

Referensi:

  • Ong Hok Ham Institute (2023). Artikel tentang pendidikan Tionghoa di masa kolonial. Sumber ini membahas peran dan kontribusi Tiong Hoa Hwe Koan (THHK) dalam mendirikan sekolah-sekolah Tionghoa di Indonesia pada masa kolonial.
  • Gouda, Frances (2002). Dutch Culture Overseas: Colonial Practice in the Netherlands Indies, 1900-1942. Amsterdam University Press. Buku ini menjelaskan bagaimana pendidikan kolonial membentuk dinamika budaya dan pendidikan, termasuk peran komunitas Tionghoa.
  • Tirto.id. “Sejarah Sekolah Tionghoa di Indonesia”. Artikel ini membahas perjalanan sekolah-sekolah Tionghoa, termasuk pengaruh kebijakan kolonial dan pascakemerdekaan terhadap sekolah-sekolah Tionghoa di Indonesia​
  • Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI). Arsip dan dokumentasi tentang lembaga pendidikan di era kolonial yang dikelola oleh komunitas Tionghoa.
  • Notosusanto, Nugroho dan Marwati Djoened Poesponegoro. (2019). Sejarah Nasional Indonesia V Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Akhir Hindia Belanda (1900-1942). Jakarta: Balai Pustaka.
  • Majid, S. & Rahayu, S.D.I.S. 2017. Ambachtsschool Surabaya Tahun 1853-1942. VERLEDEN: Jurnal Kesejarahan, 10(1), 92-100.