Andrew “Andy” Rubin bolehlah dijuluki “Bapak Android”. Ia merupakan pendiri Android Inc, yang kemudian dibeli Google dan “meledak” jadi sistem operasi smartphone laris.
Sempat jadi Kepala Sistem Operasi Android di Google, Andy telah mengundurkan diri dari posisi itu. Meskipun demikian, ia dikabarkan masih di Google, menjabat posisi yang belum diumumkan.
Salah satu kalimat Rubin tentang Android yang terkenal adalah, “Kami tidak sedang membuat sebuah ponsel Google; kami memungkinkan ribuan orang untuk membuat ponsel Google!”
Kalimat itu seakan menegaskan filosofi di balik ponsel Android. Terbukti, sekarang ada banyak jenis ponsel, tablet, dan bahkan kamera yang menjalankan sistem operasi Android.
Karier Rubin di Google dimulai sejak 2005, saat Android Inc dilahap oleh Google. Namun, sebelum itu, Rubin ternyata sudah pernah bersinggungan dengan Apple dan Microsoft, dua raksasa yang sekarang juga bersaing dengan Google di arena smartphone.
Masuk Apple dari pantai
Sejak kecil, Rubin sudah terbiasa melihat banyak gadget baru. Ini karena ayahnya, seorang psikolog yang banting setir ke bisnis direct marketing, menyimpan produk elektronik yang akan dijualnya di kamar Rubin.
Ia memiliki minat besar pada segala hal berbau robot. Di Carl Zeiss AG, tempat kali pertama ia bekerja setelah lulus kuliah, Rubin berada di sebuah divisi robotika, tepatnya pada komunikasi digital antara jaringan serta perangkat pengukuran dan manufaktur.
Setelah dari Carl Zeiss, ia sempat bekerja di bidang robot di sebuah perusahaan di Swiss. Karier Rubin di bidang robotika nampaknya semakin cerah. Namun, hidupnya berubah gara-gara liburan di Cayman Island tahun 1989.
Saat sedang mengunjungi kepulauan tropis di Jamaika itu, Rubin tak sengaja bertemu dengan seorang bernama Bill Caswell. Pria ini sedang tidur di tepi pantai, terusir dari sebuah cottage setelah bertengkar dengan pacarnya.
Andy menawarkan pria itu tempat tinggal. Sebagai balas budi, Casswell menawarkannya pekerjaan. Kebetulan, pria itu bekerja di Apple.
Di Apple, Rubin mengalami masa-masa yang menyenangkan. Pada saat itu, Apple masih dalam kondisi baik berkat komputer Macintosh.
Budaya Apple pun menular pada diri Rubin. Di sana ia sempat melakukan kejahilan seperti memprogram ulang sistem telepon sehingga ia bisa berpura-pura sebagai sang CEO, John Sculley.
Lelucon seperti itu mungkin akan disukai Steve Jobs, pria yang gemar membuat lelucon lewat telepon. Namun ketika itu adalah periode Apple tanpa Jobs.
“Dilempar” ke General Magic
Dari bagian manufaktur, Rubin pindah ke bagian riset di Apple. Kemudian, pada 1990, Apple melakukan spin-off untuk membentuk sebuah perusahaan bernama General Magic dan Rubin ikut di dalamnya.
General Magic berfokus pada pengembangan perangkat genggam dan komunikasi. Para engineer yang gila kerja, termasuk Rubin tentunya, berhasil mengembangkan sebuah peranti lunak bernama Magic Cap.
Sayangnya, Magic Cap tidak mendapat sambutan dari perusahaan handset dan telekomunikasi. Beberapa yang menerapkan Magic Cap hanya melakukannya sebentar. General Magic pun akhirnya hancur.
Beberapa pengembang di General Magic, bersama beberapa veteran Apple, kemudian mendirikan Artemis Research. Perusahaan ini mengembangkan sesuatu bernama WebTV, sebuah upaya awal untuk menggabungkan internet dengan televisi.
“Mampir” ke Microsoft
Rubin bergabung dengan Artemis untuk ikut mengembangkan WebTV tersebut. Saat Microsoft membeli Artemis, di 1997, Rubin pun ikut bergabung dengan perusahaan raksasa itu.
Episode gila khas Rubin kembali terjadi di Microsoft. Rubin membangun sebuah robot yang dilengkapi kamera untuk mengerjai rekan-rekannya. Gilanya, robot itu terhubung ke internet dan pada satu insiden sempat dibobol oleh pihak di luar Microsoft.
Pada 1999, Rubin keluar dari WebTV (dan artinya, ia tak lagi menjadi karyawan Microsoft). Ia kemudian menyewa sebuah toko di Palo Alto, California, dan menyebut toko itu sebagai laboratorium.
Di tempat yang penuh dengan berbagai mainan robot koleksi Rubin, lahirlah sebuah ide untuk produk baru. Bersama beberapa rekannya, Rubin kemudian mendirikan Danger Inc.
Sukses awal dengan Sidekick
Sukses diraih Danger melalui sebuah perangkat bernama Sidekick. Aslinya, perangkat ini dinamai Danger Hiptop. Namun, di pasaran ia dikenal sebagai T-Mobile Sidekick.
“Kami ingin membuat sebuah perangkat, kira-kira seukuran batang cokelat, dengan harga di bawah 10 dollar AS, dan bisa digunakan untuk men-scan sebuah benda dan mendapatkan informasi soal benda itu dari internet. Lalu, tambahkan perangkat radio dan transmiter, jadilah Sidekick,” tutur Rubin soal Sidekick.
Saat ini, Sidekick memang sudah terlihat usang. Namun pada masanya, Sidekick adalah sebuah benda yang ganjil dengan konsep teknologi yang melampaui zaman.
Perangkat itu, menurut Rubin, merupakan pengakses data dengan kemampuan telepon. Ketika muncul di pasaran, Sidekick harus menghadapi kenyataan bahwa PDA sedang kehilangan pasar. Namun, Rubin menegaskan bahwa Sidekick bukanlah PDA.
“Seharusnya, orang-orang bukan bertanya apakah ini PDA atau ponsel. Mereka harusnya bertanya, apakah ini platform untuk pengembang pihak ketiga? Ini adalah hal yang baru. Ini adalah untuk kali pertama sebuah ponsel dijadikan platform untuk pengembang pihak ketiga,” kata Rubin.
Sekarang, apa yang dikatakan Rubin bukan hal aneh lagi. Lihat saja Apple dengan jutaan aplikasi pihak ketiga yang hadir di iPhone.
Hal lain yang dilakukan Danger, yang pada masa itu belum terpikirkan, adalah menjembatani antara pembuat handset dan penyedia jaringan. Danger memutuskan untuk berbagi keuntungan dengan T-Mobile dalam layanan Sidekick.
Dengan demikian, Danger tak mengandalkan penjualan handset sebagai sumber penghasilan satu-satunya, tetapi juga dari layanannya. Ini membuat perusahaan pembuat perangkat (Danger) memiliki tujuan yang sama dengan penjual perangkat (operator telekomunikasi T-Mobile).
Dicaplok Microsoft
Rubin meninggalkan Danger pada 2004. Pada 2008, perusahaannya itu dibeli oleh Microsoft.
Sang Raksasa rupanya tertarik untuk memasuki bisnis ponsel dengan lebih agresif lagi. Nilai yang ditawarkan pun tidak tanggung-tanggung. Menurut kabar yang beredar, Microsoft membeli Danger dengan harga 500 juta dollar AS.
Namun, pembelian Danger oleh Microsoft ternyata tidak membawa hasil yang berbunga-bunga. Para eksekutif yang tersisa dari Danger digabungkan oleh Microsoft ke dalam Mobile Communication Business, dari divisi Entertainment dan Devices.
Kemudian, mereka diminta mengembangkan sebuah ponsel yang dikenal dengan sebutan Project Pink. Targetnya, ponsel ini harusnya bisa menjadi pesaing iPhone, BlackBerry, dan Android.
Gagalnya Project Pink
Menurut ComputerWorld, Project Pink menderita penyakit klasik di sebuah perusahaan besar. Karena proyeknya cukup bergengsi, ia diperebutkan oleh beberapa pihak. Lebih parahnya lagi, perkembangannya makin melenceng dari yang diinginkan.
Contohnya, awalnya ponsel itu akan dikembangkan dengan basis Java, tetapi kemudian diminta untuk menggunakan sistem operasi Microsoft. Sayangnya, Windows Phone 7, yang seharusnya bisa digunakan untuk Project Pink, belum siap.
Walhasil, saat diluncurkan, ponsel yang akhirnya bernama Microsoft Kin ini menggunakan sistem operasi Windows untuk ponsel yang “lawas”. Sambutan pasar yang dingin pun membuat Kin akhirnya harus ditutup, hanya beberapa bulan sejak diluncurkan.
Nasib layanan Sidekick, yang diwarisi Microsoft dari Danger, juga tak terlalu baik. Dalam satu insiden, yang masih belum diketahui pasti apa penyebabnya, pelanggan Sidekick tiba-tiba kehilangan semua data mereka.
Satu yang perlu diketahui, semua data pada Sidekick memang disimpan “di awan” (dalam hal ini pada server yang dikelola Microsoft dan bisa diakses melalui internet). Nah, ketika server itu mengalami gangguan, semua data pengguna Sidekick pun lenyap.
Memikat pendiri Google
Pada awal 2002, Rubin sempat memberikan sebuah kuliah di Stanford mengenai pengembangan Sidekick. Pasalnya, meski penjualan Sidekick di pasaran tak meledak, perangkat itu dinilai cukup baik dari sisi engineering.
Sebuah kebetulan bahwa Larry Page dan Sergei Brin, pendiri Google, ikut hadir dalam kuliah tersebut. Selepas kuliah, Page menemui Rubin untuk melihat Sidekick dari dekat.
Rupanya, Page melihat perangkat itu menggunakan mesin cari Google. “Keren,” ujar Page.
Ini adalah sebuah titik tolak bagi Page untuk sebuah ide yang dalam beberapa tahun kemudian akan terwujud: sebuah ponsel Google.
Mendirikan Android
Lebih kurang dua tahun setelah itu, Rubin telah meninggalkan Danger dan mencoba melakukan hal-hal baru. Di antaranya mencoba memasuki bisnis kamera digital sebelum akhirnya ia mendirikan Android.
Rubin menginkubasi Android saat ia menjadi enterpreneur-in-residence bersama perusahaan modal ventura Redpoint Ventures di 2004. “Android berawal dari satu ide sederhana: sediakan platform mobile yang tangguh dan terbuka sehingga bisa mendorong inovasi lebih cepat demi keuntungan pelanggan,” ujar Rubin.
Pada Juli 2005, 22 bulan setelah Android berdiri, perusahaan itu ditelan oleh raksasa Google. Rubin pun memilih untuk bergabung dengan Google.
Ketika membeli Android Inc, Google tidak menyebutkan dengan rinci berapa harga yang dibayarkan dan apa yang ingin dilakukannya dengan perusahaan itu. Bahkan, Google menyebut pembelian itu sebagai akuisisi terhadap sumber daya manusia dan teknologinya saja.
Selain Andy Rubin, Google memang meraup banyak orang brilian dari Android. Ini termasuk Andy McFadden (pengembang WebTV bersama Rubin, dan juga pengembang Moxi Digital); Richard Miner (mantan Vice President Orange, perusahaan telekomunikasi); serta Chris White (pendiri Android dan perancang interface WebTV).
Revolusi “Robot Hijau”
Bersama Google, Android diberi kekuatan ekstra. Perusahaan asal Mountain View, California, itu kemudian membentuk Open Handset Alliance untuk mengembangkan perangkat bagi Android.
“Google tak bisa melakukan segalanya, dan kami tidak perlu. Itulah mengapa kami membentuk Open Handset Alliance dengan lebih dari 34 rekanan,” ujar Rubin.
Perangkat Android yang hadir di pasaran memang bukan buatan Google. Petarung kelas berat Android termasuk Motorola, Samsung, dan HTC yang masing-masing melemparkan ponsel Android andalan mereka ke pasaran.
“Sekadar melemparkan peranti lunak tidaklah cukup,” Rubin menjelaskan. “Anda perlu handset yang dikembangan untuk peranti lunak ini dan penyedia jaringan yang mau memasarkannya.”
Seperti kata Larry Page, saat mengumumkan mundurnya Rubin dari jabatannya, awalnya banyak orang menganggap Rubin “gila”.
“Ia percaya, menerapkan standar dengan memanfaatkan sistem operasi open source akan mendorong inovasi di industri mobile. Kebanyakan orang saat itu menganggap ia gila. Tapi kami (pendiri Google, Page dan Brin) sepakat dengan pemikirannya,” ujar Page.
Saat ini, kata Page, Android adalah sistem operasi mobile paling banyak digunakan di dunia. Rekanannya di dunia mencapai 60-an pemanufaktur, 750 juta perangkat yang telah diaktifkan, dan 25 miliar unduhan aplikasi di Google Play.
“Pencapaian yang melebihi ambisi gila kami saat mengembangkan Android pada awalnya,” kata Page.
Apakah kiprah “Bapak Android” berikutnya? Page berharap Andy Rubin akan memulai babak baru di Google. Ia pun berharap Rubin akan banyak melontarkan proyek gila lainnya, istilah yang disukai Page: moonshot.
“Andy, more moonshots please!” kata Page.
Sumber : Reza Wahyudi (Editor Kompas Tekno)