Pada masa kolonial, sistem pendidikan di Hindia Belanda dirancang untuk melayani kepentingan penjajah. Akses pendidikan hanya diberikan kepada segelintir golongan elit, terutama anak-anak Belanda, Eropa, dan priyayi pribumi. Tujuan utamanya adalah mendidik tenaga kerja yang bisa membantu administrasi kolonial. Namun juga ada motif bahwa sekolah untuk Indonesia sebagai salah satu program dari Politik Etis. Kebijakan ini sudah diterapkan sejak 1902 oleh Alexander WF Idenburg, Menteri Daerah Jajahan.
Sejak tahun tersebut, pemerintah Belanda telah membuka banyak sekali sekolah rendah bahkan di pelosok-pelosok desa. Tujuannya adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat bumiputra. Sekolah-sekolah yang didirikan adalah Sekolah Rakyat, Hollandsch Inlandsche School (sekolah rendah kalangan elit bumiputra), dan vervolgschool (sekolah lanjutan), dan banyak lainnya.
Selain itu, didirikannya sekolah di Indonesia merupakan sebuah bentuk balas budi kolonial Belanda kepada penduduk Indonesia, karena telah menerapkan sistem tanam paksa Belanda sudah sangat lama mengambil kekayaan sumber daya alam yang ada di Indonesia, yang kemudian membuat rakyat pribumi tidak pernah sejahtera. Kendati demikian, sebagian anak-anak bumiputra kalangan menengah ke bawah yang bersekolah tetap ada batasan dari mereka, bahkan intervensi. Tujuan lain Belanda mendirikan sekolah di Indonesia adalah untuk memperoleh tenaga kerja yang murah. Berikut ini adalah tipe Sekolah di Masa Kolonial:
Pada awal abad ke-20, kesadaran akan pentingnya pendidikan mulai meningkat. Organisasi seperti Boedi Oetomo (1908) mendorong pendidikan sebagai alat untuk kebangkitan bangsa. Tokoh-tokoh seperti Ki Hadjar Dewantara mendirikan Taman Siswa (1922), yang menekankan pendidikan untuk semua lapisan masyarakat dengan pendekatan budaya lokal.
Tokoh-tokoh lain, seperti Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah (1912) dan KH Hasyim Asy’ari dengan Nahdlatul Ulama, mendirikan institusi pendidikan berbasis agama yang turut membentuk generasi pemimpin bangsa.
Setelah kemerdekaan, sistem pendidikan Indonesia bertransformasi untuk memenuhi kebutuhan bangsa merdeka. Pemerintah mulai mencanangkan wajib belajar dan mendirikan sekolah-sekolah negeri di seluruh pelosok Indonesia.
Kontribusi Alumni Pendidikan Kolonial: Beberapa tokoh bangsa yang berhasil memanfaatkan pendidikan kolonial untuk memimpin perjuangan kemerdekaan:
Foto para calon guru di depan gedung Kweekschool.
Sekolah Pertukangan (Ambachtsschool), Surabaya th 1853
Suasana kelas sekolah HBS Surabaya, tahun 1927
Pendidikan memainkan peran penting dalam mencetak generasi pemimpin yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Transisi dari sistem kolonial yang elitis ke sistem nasional yang inklusif menunjukkan perjalanan panjang bangsa dalam meraih kebebasan pendidikan. Berikut adalah contoh sekolah-sekolah yang didirikan pada masa kolonial Belanda beserta lokasinya:
Setiap sekolah memiliki peran penting dalam mendidik generasi, meskipun sebagian besar terbatas untuk kalangan elit dan anak-anak Belanda.
Suasana kelas MULO di Yogyakarta tahun 1938
Guru dan murid Hollands-Inlandse School di Garut, 1895
Sekolah Cina atau Tionghoa
ada masa kolonial Belanda, terdapat sekolah khusus untuk komunitas Tionghoa di Hindia Belanda yang dikenal sebagai Hollandsch-Chineesche School (HCS). Sekolah ini didirikan untuk anak-anak Tionghoa kaya, memberikan pendidikan berbasis kurikulum Belanda namun dengan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan budaya mereka. Ciri khasnya adalah : Kurikulum HCS hampir sama dengan Hollandsch-Inlandsche School (HIS), tetapi lebih diarahkan untuk kebutuhan komunitas Tionghoa. Bahasa Belanda digunakan sebagai pengantar, dengan tambahan pelajaran bahasa Mandarin di beberapa sekolah.
Sekolah ini menjadi salah satu institusi penting yang melahirkan tokoh-tokoh Tionghoa berpengaruh di masa kemerdekaan, yang banyak terlibat dalam bidang bisnis, pendidikan, dan politik. Berikut adalah contoh sekolah-sekolah khusus Tionghoa pada masa kolonial Belanda beserta lokasinya:
Sekolah tersebut menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar utama. Berfokus pada pendidikan berbasis modern untuk mendukung aktivitas bisnis dan peran administratif. Sebagian sekolah menambahkan pelajaran bahasa Mandarin untuk melestarikan budaya Tionghoa.
Sekolah-sekolah ini membantu meningkatkan taraf pendidikan komunitas Tionghoa dan mencetak tokoh-tokoh penting dalam dunia bisnis dan pendidikan. Sekolah khusus Tionghoa di Solo pada masa kolonial Belanda. Salah satu yang menonjol adalah Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) yang berdiri sebagai inisiatif komunitas Tionghoa untuk menyediakan pendidikan berbasis budaya dan bahasa Mandarin. THHK memiliki cabang di banyak kota, termasuk Solo, karena tingginya populasi Tionghoa di kawasan tersebut.
Selain THHK, ada kemungkinan keberadaan Hollandsch-Chineesche School (HCS), yang diperuntukkan bagi anak-anak Tionghoa dari kalangan elit, menggunakan kurikulum Belanda untuk mendukung modernisasi komunitas. Lokasi pastinya memanfaatkan area strategis di Solo yang dekat dengan pusat aktivitas ekonomi komunitas Tionghoa.
Referensi: