Kreator NFT Butuh Konsistensi – Kepopuleran aset digital NFT tengah melejit. Investasi virtual ini diperkirakan semakin berkembang pada 2022. Individu awam pun berkesempatan luas memperjualbelikan NFT. Aset digital non-fungible tokens atau NFT, untuk pertama kalinya, masuk daftar pencarian terbanyak Google Trends secara global pada 2021, melampaui pencarian soal kripto. Laporan industri DappRadar menunjukkan, ekspansi NFT begitu mengesankan sepanjang 2021 karena berhasil mengumpulkan lebih dari 23 miliar dollar AS dalam perdagangan.
Sesuai dengan arti namanya. Ini yang membedakannya dengan aset lain. Misalnya foto-foto selfie milik Ghozali yang dihargai 0,3 hingga 66,346 ETH (Ethereum) yang bernilai sangat besar dalam Rupiah. Item yang dijual tidak melulu sebatas gambar digital. Ada juga yang menjual NFT berupa lahan virtual. Investor yang membeli NFT tidak akan menerima produk yang dibayarnya, melainkan akan mendapat sertifikat kepemilikan item tersebut yang tercatat di blockchain.
Bukti kepemilikan yang jadi hak pemegangnya serta integrasi proses melalui komputasi yang cerdas mendisrupsi cara warga memperlakukan seni digital dan barang koleksi. Koleksi, seperti CryptoPunks, Bored Ape Yacht Club, dan Art Blocks, mendorong ledakan NFT.
Hollywood, selebritas olah-raga, dan merek besar seperti Coca-Cola, Gucci, Nike, dan Adidas, ikut membuat terobosan pengembangan NFT. Daya tarik nama-nama terkenal itu, kata DappRadar, sangat memengaruhi NFT dan industri rantai blok (blockchain).
Di Indonesia, baru-baru ini, mahasiswa Semester VII Program Studi Animasi Universitas Dian Nuswantoro, Semarang, Jawa Tengah, Ghozali, mengunggah dan menjajakan hasil swafotonya di platform lokapasar NFT, OpenSea, dan laku dengan harga fantastis.
Layaknya mata uang kripto lainnya, NFT diperjualbelikan di platform-platform khusus. OpenSea sebagaimana yang digunakan Ghozali dikenal sebagai marketplace terbaik untuk NFT. Setelah membeli NFT, seorang investor akan mendapatkan sertifikat kepemilikan, demikian dijelaskan dalam Livemint. Sertifikat itu bisa berupa beragam bentuk dan apa pun bentuknya, sertifikat kepemilikan harus disimpan dengan baik di dompet digital. Untuk membeli NFT, dompet digital tersebut harus berisi cukup mata uang kripto yang relevan, misalnya ETH jika orang tersebut ingin membeli token di blockchain Ethereum. Satu item NFT terkadang menjadi fenomena yang diperebutkan oleh orang-orang. Item itu kontan akan memiliki harga jual yang mahal. Namun, bagi pihak-pihak yang membantu menaikkan pamor suatu NFT, biasanya akan diberi dengan harga lebih murah.
Praktisi NFT dari kolektibel.com Fajar Widi, Sabtu (15/1/2022), di Jakarta, menilainya sebagai fenomena sosial, cenderung mematahkan tiga pilar proyek NFT yang biasa terpakai bersamaan. Ketiga pilar itu adalah kelangkaan, kegunaan, dan komunitas.
Tak berselang lama, komika Tretan Muslim, dalam akun Instagram pribadi, mengunggah foto dirinya yang dijadikan NFT dan dijajakan di salah satu lokapasar. Menurut Fajar, hal itu amat wajar. Sebab, apa pun sebenarnya bisa dijadikan aset digital NFT. Tidak tertutup kemungkinan, standup comedy dari Indonesia di masa depan bisa jadi aset digital NFT.
Di sektor olahraga, Kolektibel.com bekerja sama dengan Indonesia Basket League (IBL) mengembangkan IBL NFT. Wujudnya adalah highlights permainan atlet. Sasarannya penggemar basket dan komunitas IBL. Siapa pun yang membeli IBL NFT mendapat keuntungan, seperti kemudahan menonton kompetisi. Dengan begitu, tercipta perputaran ekonomi yang akan berdampak positif bagi kehidupan atlet.
Seniman RE Hartanto, secara terpisah, menceritakan, di kalangan perupa tradisional, pemahaman tentang NFT, seni kripto (crypto art), dan pasar NFT makin hari makin kuat. Mereka memahami tren itu, tetapi para perupa tradisional terbelah dua. Ada yang segera menyambut tren crypto art dan menyiapkan karya spesifik untuk dijual di pasar NFT, tetapi ada juga yang ragu dan lambat berubah, termasuk dirinya.
”Apakah fenomena Ghozali itu sesaat seperti fenomena yang terjadi di ranah luring, seperti booming tanaman hias, saya rasa tidak akan,” kata Fajar. Sebab, dunia kini bergerak menuju teknologi Web 3.0. Teknologi Web 3.0 ialah internet generasi ketiga, ditandai laman dan aplikasi yang dapat memproses informasi seperti manusia cerdas, dengan teknologi mesin pembelajaran, mahadata, dan teknologi buku besar terdesentralisasi. NFT yang berdasar blockchain mewakili salah satu dari itu.
Web 3.0 adalah internet generasi ketiga yang akan datang di mana situs web dan aplikasi akan dapat memproses informasi dengan cara seperti manusia yang cerdas melalui teknologi seperti pemelajaran mesin (ML), Data Besar, teknologi buku besar terdesentralisasi (DLT), dll. Web 3.0 awalnya disebut Web Semantik oleh penemu World Wide Web Tim Berners-Lee, dan ditujukan untuk menjadi internet yang lebih mandiri, cerdas, dan terbuka. Definisi Web 3.0 dapat diperluas sebagai berikut: data akan saling berhubungan dengan cara yang terdesentralisasi, yang akan menjadi lompatan besar ke depan untuk generasi internet kita saat ini (Web 2.0), di mana data sebagian besar disimpan dalam repositori terpusat.
Selanjutnya, pengguna dan mesin akan dapat berinteraksi dengan data. Namun agar hal ini terjadi, program perlu memahami informasi baik secara konseptual maupun kontekstual. Dengan pemikiran ini, dua landasan Web 3.0 adalah web semantik dan kecerdasan buatan (AI).
Beragam latar industri bisa terjun ke aset digital, termasuk perusahaan besar. Ini terungkap dalam laporan DappRadar. Perusahaan media massa seperti CNN internasional pun telah mengembangkan aset digital NFT melalui” Vault by CNN”. CNN menggunakan arsip peliputan jurnalistiknya untuk dijadikan aset digital NFT. Tak setengah-setengah Bukan berarti orang awam tertutup kesempatannya di industri NFT. Hartanto yang pernah menjajal industri NFT berpendapat, perolehan transaksi maksimal hanya bisa didapat kalau mengerahkan usaha yang tidak setengah-tengah.
Sebagai gambaran, apabila ingin fokus ke crypto art, individu harus mau meluangkan waktu untuk aktif di Twitter atau grup-grup Discord, saling promosi, dan saling dukung antarseniman NFT sehingga betul-betul eksis. Hartarto menambahkan, dengan boom NFT yang kini terjadi, peluang untuk sukses besar sekali. Akan tetapi, jika seorang individu membuat crypto art cuma sekali-sekali saja, lalu minting, listing, tidak aktif di Twitter, tidak aktif di Discord, dan hanya berharap karyanya laku, akan susah untuk sukses.
”Crypto art bagi saya cukup menyegarkan, ada banyak karya menarik di sana. Cuma kalau saya harus terjun ke pasar NFT sekarang, terus terang belum mampu. Saya merasa belum bisa mengerahkan 100 persen energi berusaha,” ujarnya.
Fajar menyarankan, awam yang tertarik mengeksplorasi NFT untuk mencari lokapasar NFT terlebih dulu. Kemudian, membuat wallet dan minting (pemindaian karya digital ke blockchain). Sama seperti Hartanto, Fajar juga menyarankan agar disertai keaktifan berpromosi dan berkomunitas. ”Dunia aset digital NFT selalu penuh kejutan. Selalu ada kemungkinan tiga pilar kelangkaan, kegunaan, dan komunitas bisa dipatahkan. Namun, saya percaya, ke depan, aset digital NFT yang menekankan pada pilar kegunaan akan populer karena itu akan memutar ekonomi,” kata Fajar.
Lantas bagaimana soal keamanan siber? Firma riset Chainalysis, mengungkapkan bahwa penipuan di dunia aset kripto telah menghasilkan lebih dari 7,7 miliar dollar AS atau setara Rp 109 triliun sepanjang tahun 2021. Penipuan kripto naik 81 persen dibandingkan tahun 2020. Bentuk penipuan yang paling umum adalah peretasan akun dan penipuan proyek aset kripto yang melarikan diri dengan uang investor.
Meski total pendapatan penipuan meningkat signifikan pada 2021, Chainalysis mengatakan, jumlah setoran ke alamat penipuan turun dari 10,7 juta jadi 4,1 juta. Chainalysis mengasumsikan ada lebih sedikit korban penipuan individu. (MEDIANA)