Yes! Setelah eCommerce maka muculah Social Commerce. Kekuatan media sosial tidak hanya terletak pada pengaruhnya dalam membentuk opini publik dan mengarahkan kebijakan, tetapi juga menyediakan peluang melipatgandakan transaksi serta mengakumulasi kapital. Setelah terbiasa dan mapan dengan model e-dagang atau e-commerce, kini transaksi belanja digerakkan media sosial yang disebut dengan social commerce. Indonesia memiliki potensi pasar yang besar untuk jenis perdagangan ini.
Perkembangan teknologi dan dunia digital mengubah perilaku masyarakat global dalam bertransaksi atau berbelanja. Konsumen tak lagi hanya bertransaksi secara konvensional dengan tatap muka langsung. Kemajuan teknologi memberi alternatif cara bertransaksi yang lebih mudah, cepat, nyaman, dan aman tanpa harus berhadapan fisik. Masyarakat semakin terbiasa berbelanja dengan model yang disebut e-dagang (e-commerce) ini. Banyak situs jual beli online atau toko dalam jaringan bermunculan, seperti Tokopedia dan Shopee.
Data Bank Indonesia menunjukkan, dalam lima tahun terakhir saja nilai transaksi belanja daring atau belanja online meningkat signifikan hingga empat kali lipat. Pada 2018, nilai transaksi e-dagang di Indonesia Rp 106 triliun, sedangkan hingga akhir 2022 jumlahnya menjadi Rp 476 triliun. Dalam periode yang sama, transaksi menggunakan uang elektronik meningkat jauh lebih besar, yakni dari Rp 106,7 triliun menjadi Rp 1.177,7 triliun.
Dunia digital juga mengubah perilaku masyarakat dalam berinteraksi dan berkomunikasi. Percakapan tak lagi hanya secara tatap muka dengan jarak dekat, tetapi juga dalam ruang virtual dengan kecepatan respons tinggi meski antara satu dengan yang lain terpisah jarak yang sangat jauh. Percakapan atau interaksi dalam ruang-ruang virtual ini tak sekadar didominasi berbagi informasi dan pemikiran.
Kini juga berkembang upaya menghubungkan penjual dengan pembeli, produsen dengan konsumen. Layar media sosial yang dimiliki individu denganmudah dimasuki penawaran berbagai produk dan target konsumen yang diberi opsi untuk mengetuk/mengklik tombol shop now.
Kekuatan kecerdasan buatan (AI) kemudian melipatgandakan dan menyajikan secara repetitif tawaran produk ke layar-layar media sosial yang dimiliki individu. Inilah yang disebut dengan social commerce. Social commerce secara sederhana bisa dijelaskan sebagai penggunaan platform media sosial, seperti Facebook, Instagram, ataupun Tiktok, sebagai pasar bagi produk dan jasa tertentu.
Media sosial menjadi tempat untuk mempromosikan dan menjual produk tertentu, seperti Tiktok Shop dan Instagram Shopping. Model dagang seperti ini membuat pelanggan dapat membeli barang tanpa harus meninggalkan aplikasi media sosial yang tengah dicermatinya. Pasar potensial Social commerce melejit karena penggunaan media sosial kian masif. Indonesia menjadi salah satu pasar potensial bagi social commerce untuk berkembang.
Hal itu terjadi karena pengguna aktif media sosial aktif di Indonesia sangat besar. Berdasarkan data dari laman Statista, tahun 2022 jumlah pengguna aktif media sosial mencapai 191,4 juta pengguna atau 70 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut menempatkan Indonesia di urutan ketiga terbanyak di kawasan Asia Pasifik setelah China (983,3 juta pengguna) dan India (467 juta pengguna). Dalam kurun hampir satu dekade, jumlah pengguna media sosial yang aktif di Indonesia ini naik tiga kali lipat, yakni dari 62 juta pengguna (2014) menjadi 191,4 juta pengguna (2022).
Perkembangan masyarakat digital di Indonesia didorong penetrasi internet yang semakin baik di seluruh pelosok dan keterjangkauan memiliki telepon-telepon pintar. Orang Indonesia juga sangat aktif menggunakan media sosial.
Rata-rata waktu yang dihabiskan untuk eksis di media sosial mencapai 3 jam 20 menit dalam sehari. Penetrasi media sosial di Indonesia tergolong tinggi (68,9persen). Media sosial menjadi sumber utama. Selain untuk berkomunikasi, media sosial juga dipakai untuk mendapat informasi/berita dan hiburan.
Berdasarkan survei yang dilakukan We Are Social tahun 2022, platform media sosial yang paling banyak digunakan orang Indonesia secara berturut-turut adalah Whatsapp (88,7 persen), Instagram (84,8 persen), dan Facebook (81,3 persen). Jumlah pengguna Facebook di Indonesia hampir 130 juta orang, sedangkan pengguna Instagram 99 juta orang.
Tiktok, Telegram, dan Twitter adalah tiga platform media sosial berikutnya yang layak digunakan dengan persentase 50-65 persen. Peran ”influencer” Dengan potensi yang besar ini, media sosial berkembang dan memiliki nilai tambah dengan menjadi sarana promosi/iklan serta penjualan produk-produk. Selain itu, lewat kolaborasi dengan pemengaruh (influencers), keuntungan yang didapatjuga bisa berlipat ganda.
Pasar semakin luas dan kesadaran (awareness) orang akan merek tertentu meningkat yang bisa berpotensi menjadi pelanggan/pembeli. Dari analisis Statista, sebanyak 68 persen orang Indonesia mengikuti akun media sosial satu hingga empat infuencer.
Selain itu, sekitar 80 persen pengguna media sosial juga mengaku mencari informasi mengenai produk yang dipromosikan (endorse) dalam konten-konten influencer. Model sosial dagang seperti ini dianggap memberikan pengalaman berbelanja yang nyaman dan interaktif oleh konsumen. Hal ini menjadi peluang bagi pedagang yang merupakan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah untuk berkembang.
Para milenial dan generasi Z yang lekat dengan media sosial menjadi sumber bahan bakar untuk pengembangan sosial dagang. Mereka inilah yang lewat media sosialnya akan melakukan transaksi, setidaknya satu kali, melalui akun media sosial yang dimiliki.
Secara global, diperkirakan nilai transaksi dari sosial dagang mencapai 2,9 triliun dollar AS pada 2026. Di Indonesia, model sosial dagang akan menghasilkan transaksi dengan nilai kotor penjualan 22 miliar dollar AS pada 2028.Sudah menjadi keniscayaan bahwa perkembangan teknologi dan dunia digital akan menjadi mesin pertumbuhan baru bagi perekonomian. Teknologi selalu menghadirkan inovasi-inovasi yang akan mengubah perilaku dalam mengonsumsi dan bertransaksi. (LITBANG KOMPAS)