Perjalanan Sejarah Ecommerce Indonesia

sejarah ecommerce edagang Indonesia2

Upaya melibatkan pelaku usaha kecil dalam ekosistem digital muncul sejak dua dekade silam. E-dagang turut andil dalam menguatkan daya saing produk lokal dalam perdagangan global. 1997, forum negara industri maju G7 untuk pertama kali mengangkat pentingnya teknologi informasi untuk usaha kecil dan menengah (UKM) dalam seminar ”A Global Marketplace for Small and Medium Sized Enterprise” di Bonn, Jerman.

Pembicaraan tentang perdagangan elektronik pun mulai mengemuka. Di saat yang bersamaan, pelaku UKM di Indonesia belum terbiasa dengan penggunaan komputer. Kala itu, tingginya biaya kepemilikan dan keterbatasan pengetahuan menjadi kendala (Kompas,30/4/1997).

Di level elite pemerintahan, upaya memajukan UKM dengan pemanfaatan teknologi masih sebatas ujaran politik. Arsip Kompas merekam pada akhir 1998, Menristek/Kepala BPPT Zuhak Abdul Qadir mengemukakan teknologi informasi memiliki potensi untuk memecahkan kendala yang dihadapi pelaku usaha kecil, menengah, dan koperasi (UKMK). Pada Agustus 1999, Zuhal menyampaikan pentingnya penerapan teknologi untuk UKMK demi meningkatkan daya saing di tengah perdagangan bebas pada milenium baru.

Satu dekade berselang, pelibatan pelaku usaha kecil dalam perdagangan elektronik mulai diketengahkan. Dua e-dagang asal Indonesia menunjukkan semangat untuk mengangkat ekonomi UKMK atau UMKM dengan menyediakan wadah berjualan secara daring.

Dua platform tersebut adalah Plasa.com dan Tokopedia.com. Pada November 2009, PT Telkom merilis layanan perdagangan melalui internet di bawah PT Metranet. Selain sebagai ekspansi bisnis, layanan bernama Mojopia ini bertujuan untuk membantu pelaku UKM memasarkan produknya. Investasi sebesar 2 juta dollar AS atau sekitar Rp 19miliar dikeluarkan untuk proyek tersebut.

Layanan Mojopia tersedia di situs Plasa.com. Situs ini semula merupakan laman layanan produk telekomunikasi PT Telkom. Pada 27 Maret 2010, Plasa.com diperkenalkan luas kepada publik sebagai situs e-dagang.

Tak berselang lama, PT Metranet menjalin kerja sama dengan eBay untuk memperluas jangkauan penjual dalam negeri hingga berskala global. Skema kerja sama berlanjut hingga Desember 2014, ditandai dengan peluncuran platform e-dagang Blanja.com. Blanja.com menjadi lokapasar denganskema bisnis ke konsumen (B2C) menggantikan Plasa.com. Ebay menguasai kepemilikan saham 40 persen.

Sayangnya, pada 1 September 2020, semua kegiatan transaksi di Blanja.com dihentikan. Manajemen menyebut penutupan ini sebagai wujud dari perubahan strategi bisnis yang akan lebih fokus pada perdagangan di segmen korporasi dan UMKM melalui skema bisnis ke bisnis (B2B).

Kendati berhenti beroperasi,perjalanan Plasa.com menyumbang narasi penting dalam perkembangan e-dagang yang berasal dari Indonesia. Hingga kini, Plasa.com menjadi satu-satunya e-dagang yang pernah dibentuk oleh badan usaha milik negara (BUMN). Kini, BUMN lebih tertarik untuk berinvestasi pada perusahaan rintisan.

E-dagang asal Indonesia kedua yang memiliki misi untuk pemerataan ekonomi digital adalah Tokopedia. Platform ini didirikan oleh William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha Edison dan diluncurkan pada 17 Agustus 2009. Tokopedia memulai bisnis lokapasar dengan skema konsumen ke konsumen (C2C). Lini ini terus tumbuh dan bertahan hingga pada 2017 mendapatkan pendanaan 1,1 miliar dollar AS dari Alibaba Group.

Satu tahun kemudian, pendanaan dengan jumlah yang sama didapatkan dari Softbank Vision Fund dan Alibaba Group. Tokopedia melaporkan sebanyak 11.000 dari lebih 12.000 ribu penjual yang terdaftar merupakan pelaku UMKM, baik produsen maupun reseller. Pada masa pandemi, 90 persen penjual berskala mikro mampu me ngembangkan bisnis dengan adopsi teknologi digital.

Dinamika awal Selain Plasa.com dan Tokopedia.com, sejumlah situs e-dagang asal Indonesia turut meramaikan babak awal ekosistem digital. Ada yang terus tumbuh dan berkembang, ada pula yang tumbang. Dinamika lokapasar lokal ini menjadi tonggak penting dalam linimasa ekosistem digital.

Seturut penelusuran penulis, Bhinneka.com merupakan pionir e-dagang asal Indonesia. Di bawah naungan PT Bhinneka Mentari Dimensi, lini bisnis ini awalnya merupakan distributor mesincetak industrial yang berdiri pada 1993. Platform belanja Bhinneka.com diluncurkan pada 1999 setelah berhasil melalui krisis ekonomi 1998. Dengan fokus awal pada penjualan produk komputer, teknologi komunikasi, dan elektronik, Bhinneka.com kini menjual beragam produk. Bhinneka turut menjalin kerja sama bisnis dengan pemerintah, salah satunya dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Pada Maret 2015, Bhinneka.com meluncurkan e-katalog pengadaan barang dan jasa pemerintah atau berperan sebagai penyedia barang yang dibutuhkan dalam kegiatan di kantor kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Di tengah kemunculan e-dagang asing yang terus merambah pasar Indonesia, platform yang dipimpin oleh Hendrik Tio ini mampu bertahan. Tahun 1999 menjadi tahun kemunculan laman Kaskus.com. Kehadiran forum diskusi daring ini tak dapat dilepaskan dari narasi perkembangan ekonomi digital di Indonesia. Kaskus.com diciptakan oleh tiga mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Amerika Serikat. Situs itu kini menyediakan sub-platform forum, jual-beli, podcast, dan TV.

Pengalihan kepemilikan turut mewarnai lini masa e-dagang Indonesia. Pada 2005, situs Tokobagus.com hadir sebagai platform iklan baris sekaligus menjembatani jual-beli barang bekas. Situs yang bermarkas di Bali ini didirikan Arnold Sebastian Egg dan Remco Lupker hanya dengan enam karyawan.

Ecommerce Indonesia

Satu dekade berselang, Tokobagus.com akhirnya diakuisisi oleh Nasper. Perusahaan media dan internet asal Afrika Selatan ini sekaligus investor strategis OLX Group. Pada 2014, merek OLX Indonesia resmi diluncurkan menggantikan Tokobagus.com. OLX Indonesia melakukan merger de ngan Berniaga.com pada 2015.

Di tengah cerita sukses, sejumlah e-dagang Indonesia ada yang tak mampu bertahan. Misalnya saja Qlapa dan Shopo. Keduanya merupakan e-dagang yang menjual produk kerajinan tangan. Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro dalam kolom analisis ekonomi Kompas menyebut keruntuhan keduanya dampak dari spesialisasi berlebihan dan hambatan masuk (barrier to entry) yang rendah (Kompas, 21/1/2020).

Pada 2010-an, e-dagang asal Indonesia pun masih bermunculan dengan macam-macam skema bisnis, di antaranya Bukalapak, Blibli, dan Gramedia. Periode ini kemudian dipamungkasi dengan didirikannya perkumpulan yang mewadahi komunikasi antarpelaku industri e-commerce, ideA, pada Mei 2012. (LITBANG KOMPAS)

Post Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.