Seorang yang juga pemilik dari salah satu perusahaan terbesar di Indonesia dikenal genius. Bahkan, banyak orang di sekitarnya menyebut beliau memiliki indra ke-enam yang selalu bisa mengendus kesempatan. Padahal, ia tidak pernah menginjak bangku kuliah. Sejak masa remaja, ia dilepas oleh orangtuanya untuk bereksplorasi mencoba segala ke mungkinan.
Kesuksesannya tidak hanya disebabkan ia pekerja keras, tetapi juga karena ia memang pembelajar. Sampai saat ini, walaupun sudah memiliki puluhan ribu karyawan, ia tetap bertemu dengan mitra-mitra bisnisnya dan melakukan networking secara teratur.
Ketika beliau lengser dari kegiatan-kegiatan operasional, mulai terlihat kepincangan keterampilan dan pengetahuan dari para penerusnya. Para manajer, bahkan level direktur sekalipun, tidak bisa mengimbangi kepiawaian beliau dalam mengendalikan perusahaan dan beragam hal teknis yang biasa ia lakukan.
Perusahaan memang berusaha untuk mencari pengganti yang sudah berpengalaman, tetapi tetap saja kesenjangan pengalaman ancara beliau dan para suksesornya sangat jauh.
Ini bukan terjadi pada perusahaan ini saja. Berbagai organisasi, baik swasta maupun pemerintahan, kesulitan untuk menurunkan kepiawaian para begawan senior kepada para bawahan. Padahal, beragam pelatihan sampai pendidikan formal pun sudah diberikan kepadapara yuniornya, lengkap dengan beragam fasilitas terbaru dan interaktif agar transfer ilmu dapat dilakukan dengan santai tetapi lancar.
Semencara itu, ilmu yang kida dapatkan di universitas/sekolah, yang sudah diujicoba, disahkan melalui berbagai eksperimen, dituangkan dalam jurnal maupun buku-buku sebagai teori yang sudah sah untuk dipelajari, dan dijamin kebenarannya kita sebut sebagai explicit knowledge.
Di dalam praktiknya, penggunaan pengetahuan yang eksplisit saja tanpa adanya pengolahan dari pengetahuan tacit, tidak memberikan value-adding.
Semua orang bisa mendapatkan pengetahuan eksplisit dan melakukan hal yang sama dengan kita, sementara pengetahuan tacit sangat tergantung pada pengalaman dan persepsi para pemiliknya yang karenanya dapat memberikan nilai yang berbeda-becla tergantung bagaimana kita mengolah pengetahuan tersebut. Tacit knowledge is intangible know ledge acquired from experience and insight.
Masalahnya, tacit knowledge terletak pada individu masing-masing yang seringsekali tidak menyadari bahwa apa yang dialaminya sangat berharga untuk diberikan kepada orang lain sebagai pembelajaran.
Banyak orang menyebut nya sebagai It’s what we know that we don’t know. Biasanya, pemegang tacit knowledge perlu didorong dengan pertanyaan-pertanyaan seperti “tolong sebutkan tiga strategi kunci Anda dalam berjualan”. Di situlah ia baru menyadari bahwa ia memiliki kekhasan yang membedakannya dengan orang lain dan hal tersebut akan sangat bermakna bila ia ingin membantu orang lain sesukses dirinya.
Pentingnya tacit knowledge
Tacit knowledge adalah kemampuan praktis dan intuitif seseorang unruk memecahkan masalah, berinovasi, dan membuat keputusan-keputusan yang cerdas.
Bisa kita bayangkan bila suatu organisasi misi oleh orang yang hanya menguasai teori, tidak kuat dalam praktik atau pun pengalaman. Perusahaan juga perlu berhati-hati ketika seorang pemegang tacit knowledge meninggal kan perusahaan atau sudah tidak berfungsi lagi, sementara seluruh pengalaman hanya tersimpan di benaknya dan tidak pernah dibagikan kepada siapa pun dalam organisasi sehingga tidak bisa dimanfaatkan lagi.
Biasanya, perbaikan sistem dan prosedur dilakukan karena penyesuaian dalam praktik kerja. Namun, bila hal ini tidak tercatat dan hanya diketahui oleh inclividu yang melakukan modifikasi, suatu saat pengetahuan tersebut akan hilang dan kehilangan jejaknya.
Cara membagikan tacit knowledge
Karena tacit knowledge sering tidak disadari oleh siempunya, dibutuhkan strategi yang lebih terstruktur untuk membantu proses transfer antara pemilik pengetahuan dan rekan rekan kerjanya. Ada perusahaan konsultan dunia yang membuat program makan siang antara para pensiunan dan talent di perusahaannya, membiarkan mereka mengobrol tanpa bisa mengontrol apakah terjadi perpindahan pengetahuan atau tidak. Inilah yang sering disebut sebagai socially construtcted learning, yang akan terjadi pertukaran pengetahuan dan tumbuhnya ide-ide baru sebagai basil sharing dan obrolan informal.
Strategi lain adalah yang sering disebut sebagai working out loud. Strategi ini biasa kita lihat mlakukan oleh para ahli bedah di ruang operasi ketika mengajarkan kepada para yuniornya apa yang sedang ia lakukan. Narasi narasi ini tidak mungkin ada di buku teorimana pun.
Kita sering tidak menyadari bahwa perusahaan yang sukses adalah mereka yang berhasil mengumpulkan cerita-cerita seputar praktik perusahaan, memberi konteks pada fakta-fakta yang ada sehingga interpretasinya pun menjadi lebih kaya dan membuat informasi informal tersebut bertransformasi menjadi pengetahuan yang siap diakses oleh mereka yang membutuhkan.
Kita sering tidak menyadari bahwa perusahaan yang sukses adalah mereka yang berhasil mengumpulkan cerita-cerita seputar praktik perusahaan, memberi konteks pada fakta-fakta yang ada sehingga interpretasinya pun menjadi lebih kaya dan membuat informasi informal tersebut bertransformasi menjadi pengetahuan yang siap diakses oleh mereka yang membutuhkan.
Hal lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan evaluasi intensif seusai pelaksanaan proyek, sehingga lesson learnt terhadap semua kesalahan, perbaikan, clan kesuksesan bisa dicatat. Dengan demikian, perusahaan dapat mengumpulkan studi-srudi kasus yang bisa mingiventarisasi dan diteliti untuk menjadi bahan pembelajaran pada kemudian hari.
Jadi bila ingin membentuk organisasi yang smart dengan bobot pengetahuan yang kuat, kita perlu memiliki sasaran yang jelas bahwa kita akan melakukan knowledge management yang terstrukrur dengan cermat, mengembangkan atmosfer belajar yang nyaman, mengimplementasikan prinsip-prinsip mentoring, dan mempromosikan bahwa practice intelligence itu penting dan sangat bermanfaat untuk membawa perusahaan menjadi yang terdepan
Referensi : Eileen Rachman & Emilia Jakob